Jakarta (ANTARA News) - Menteri Negara Koperasi dan UKM (Meneg KUKM), Syarif Hasan, mengatakan, pihaknya segera mengkaji ulang penyaluran program Kredit Usaha Rakyat (KUR) agar terlaksana lebih optimal dan tepat sasaran.

"Program KUR yang saat ini dilanjutkan perlu diberi `improvement` (perbaikan), baik dari segi kuantitas maupun kualitas," kata Syarif Hasan di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan, KUR penting karena terkait langsung dengan upaya penggerakan sektor riil di tanah air.

Untuk itu, pihaknya memprioritaskan untuk membangun sinergi dengan para pemangku kepentingan terkait KUR untuk duduk semeja mengkaji ulang program KUR baik dari sisi kuantitas maupun kualitas termasuk birokrasi penyalurannya.

"Ada polemik di lapangan atas pelaksanaan KUR, maka artinya kita harus duduk bersama-sama. Kita sinergikan dengan para `stakeholder` (pemangku kepentingan)," katanya.

Ia berpendapat pihaknya yang merupakan lembaga kementerian hanya berperan dalam menetapkan kebijakan dan bukan eksekutor.

"Jadi kebijakan akan kita perbaiki, kita `improvement`, kita monitor kemudian ada `feedback` (umpan balik), baru kita jalankan," katanya.

Ia sendiri mengakui sampai saat ini pelaksanaan KUR masih menemui banyak kendala teknis di lapangan.

Namun, pihaknya telah bertekad untuk meneruskan program-program Meneg KUKM sebelumnya termasuk KUR sebagai prioritas kerja 100 hari ke depan.

Program KUR sendiri dinilai beberapa pihak sudah terbukti tidak efektif untuk menyelesaikan masalah permodalan bagi pelaku usaha mikro dan kecil.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang UMKM dan Koperasi, Sandiaga Uno, mengatakan, dalam waktu dua tahun sejak diluncurkan pada 2007, program KUR hanya dapat diserap oleh sekitar dua juta pelaku KUKM.

Padahal jumlah pelaku UMKM di seluruh Indonesia mencapai 50,70 juta atau 98,9 persen dari seluruh pelaku usaha.

"Jadi perlu waktu minimal 25 tahun untuk menyentuh 50 juta pelaku UMKM dengan program KUR," kata Sandi.

Menurut dia, pada awal diluncurkannya, serapan program KUR memang pesat tapi seiring berjalannya waktu, serapan kredit melambat akibat beberapa persoalan yang tidak kunjung terselesaikan.

Sandi berpendapat akibat tidak efektifnya KUR, pelaku KUKM di tanah air kembali mengakses modal ke sumber-sumber pembiayaan yang mahal seperti rentenir dan lintah darat.

"Oleh karena itu, fungsi dan peranan lembaga keuangan mikro (LKM) yang selama ini sudah berkembang di lingkungan masyarakat harus lebih diberdayakan," katanya.

Namun, ia menekankan, pemberdayaan LKM masih memerlukan tatanan yang lebih baik.

Ia berpendapat LKM sampai saat ini belum memiliki pengawas, pengendali, dan lembaga penjamin simpanan.

Untuk jangka terpendek, LKM juga sangat memerlukan payung hukum berupa UU LKM yang sampai saat ini belum dibahas di tingkat parlemen.

"Kadin sebagai formulator kebijakan ingin ada lembaga yang berperan sebagai Bank Indonesia (BI)-nya LKM," katanya.

Lembaga tersebut, kata Sandi, akan menjadi bank sentral bagi LKM-LKM yang tersebar di seluruh tanah air.

RUU LKM sempat tersendat dua kali untuk masuk di level pembahasan di DPR.

"Saya harap RUU LKM bisa kita golkan di DPR yang akan datang," katanya.

Menurut Sandi, jumlah pelaku UMKM di Indonesia yang mencapai 98,9 persen dari seluruh pelaku usaha harus diturunkan.

"Jumlah UMKM yang mendominasi hingga 98,9 persen dari seluruh pelaku usaha di Indonesia menandakan ada sesuatu yang salah di sini. Harus ada sesuatu yang kita benahi," katanya.

Ia mengatakan, idealnya persentase jumlah pelaku UMKM di sebuah negara maksimal 80 persen, sisanya usaha menengah dan usaha besar.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009