Medan (ANTARA News) - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat telah menjadi monster dan melangkah mundur dari proses demokrasi karena berupaya melarang stasiun televisi menyiarkan langsung proses peradilan, kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wadjd kepada ANTARA di Medan, Selasa.

"Malah, tanpa sadar KPI telah menjadi `monster` yang membungkam kebebasan berekspresi," kata Farid.

Padahal, sebagai konsumen, kata Farid, masyarakat berhak mendapatkan informasi seluas-luasnya tentang segala yang terjadi di negara ini sehingga larangan KPI itu sangat bertentangan dan menghalangi masyarakat mendapatkan hak kebebasan informasi.

KPI seharusnya menempuh jalan demokrasi jika melihat ada tontonan yang dinilai merusak tatanan sosial atau kurang mendidik masyarakat, dengan mengusulkan rambu-rambu atau ketentuan tentang tayangan yang tak boleh dipertontonkan.

Langkah KPI juga bertentang dengan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) itu.

Farid menilai KPI panik dan ingin membakar lumbung padi hanya untuk membunuh seekor tikus penggangu.

Seharusnya, masyarakat diperbolehkan melihat perbedaan, perdebatan atau polemik yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga masyarakat memiliki wawasan yang luas dan beragam, katanya.

KPI Pusat mengeluarkan Surat Keputusan dengan nomor 541/K/KPI/10/09 tertanggal 18 Oktober 2009 perihal "peringatan" kepada direktur utama seluruh stasiun televisi untuk tidak menayangkan siaran langsung (live) sidang di pengadilan.

KPI menilai banyaknya pelanggaran yang dilakukan beberapa stasiun TV yang menyiarkan secara langsung maupun tayangan ulang pembacaan dakwaan jaksa pada 8 Oktober 2009 pukul 09.00 WIB yang mendeskripsikan secara vulgar tentang perbuatan mesum terdakwa Antasari Azhar yang mantan Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).

KPI beranggapan tayangan tersebut bertentangan dengan UU 24/1997 tentang Penyiaran Pasal 36 ayat (5) huruf b dan Standar Program Siaran (SPS) KPI Pasal 13, Pasal 17, Pasal 19 ayat (3), Pasal 39 dan Pasal 50.

Penolakan terhadap larangan KPI itu juga muncul dari Dewan Pers dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat karena dinilai bertentangan dengan kemerdekaan pers, keterbukaan informasi dan hak asasi manusia (HAM). (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009