Mogadishu (ANTARA News/Reuters) - Milisi pro-pemerintah Somalia mengeksekusi seorang komandan dari kelompok gerilya Al-Shabaab di depan umum, Minggu, dalam insiden yang menambah ketegangan dalam pertempuran untuk memperebutkan wilayah tengah negara Tanduk Afrika itu.

Milisi Ahlu Sunna Waljamaca, yang bersekutu dengan pemerintah lemah Somalia yang didukung Barat, memerangi gerilyawan Al-Shabaab di daerah Galagadud, Somalia tengah.

Jurubicara Ahlu Sunna mengatakan, kelompok itu menangkap banyak gerilyawan selama bentrokan pekan lalu di sekitar Dusamareb, ibukota Galgadud, termasuk komandan yang dihukum mati dengan eksekusi regu tembak setelah ia menolak meninggalkan ideologi garis keras Al-Shabaab.

"Kami biasanya tidak membunuh anggota Al-Shabaab. Kami menangkap mereka dan berusaha menyadarkan mereka bahwa Islam berarti perdamaian. Kami menahan dan kemudian membebaskan sejumlah besar dari orang-orang itu," kata jurubicara itu, Syeikh Abdullahi Sheikh Abu Yusuf, kepada Reuters melalui telefon.

"Komandan ini bersikeras bahwa semua orang adalah kafir, kecuali kelompoknya... Kami akan mengeksekusi anggota-anggota Al-Shabaab yang bersikeras bahwa dibenarkan membunuh orang tidak berdosa. Apa lagi yang harus kami lakukan pada orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan masuk Surga dengan membunuh kami dan seluruh umat manusia?" katanya.

Al-Shabaab dan kelompok gerilya lain Hizbul Islam ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah yang mereka kuasai.

Eksekusi Minggu itu merupakan hukuman mati pertama yang dilakukan oleh Ahlu Sunna Waljamaca. Hukuman itu dilaksanakan ketika penduduk menyatakan bahwa pasukan Somalia dan milisi Ahlu Sunna juga memerangi gerilyawan Hizbul Islam selama beberapa jam untuk memperebutkan sebuah kota strategis lain di wilayah tengah, Baladwayne.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.

Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.

Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.

Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh Al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.

Pemerintah transisi hanya menguasai sejumlah kecil wilayah di Mogadishu, ibukota Somalia, dan sisanya dikuasai Al-Shabaab yang diilhami Al-Qaeda dan kelompok lebih politis Hizbul Islam.

Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Gerilyawan muslim garis keras, yang meluncurkan ofensif sejak 7 Mei untuk menggulingkan pemerintah sementara dukungan PBB yang dipimpin oleh tokoh moderat Sharif Ahmed, meningkatkan serangan-serangan mereka.

Tiga pejabat penting tewas dalam beberapa hari sejak itu, yang mencakup seorang anggota parlemen, seorang komandan kepolisian Mogadishu dan seorang menteri yang terbunuh dalam serangan bom bunuh diri.

Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010