Semarang (ANTARA News) - Peneliti dari Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Sayono mengatakan, pertumbuhan populasi nyamuk yang pesat dapat diatasi dengan kaleng perangkap nyamuk yang didesainnya.

"Kaleng perangkap nyamuk ini dibuat dari bahan kaleng bekas susu instan berukuran 350 mililiter dan proses pembuatannya cukup sederhana," katanya usai seminar hasil-hasil penelitian di kampus Unimus, Selasa.

Ia mengatakan, kaleng bekas susu instan tersebut kemudian diisi dengan air bersih sekitar tiga seperempat volume kaleng, dan di atas air diletakkan spon setebal satu sentimeter (cm) berbentuk semacam donat.

"Di atas spon tersebut lalu dipasangi kawat kassa yang direkatkan dengan lem, dan ditumpuk dengan spon serupa yang berbentuk donat," kata pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unimus tersebut.

Namun, ia mengingatkan, kawat kasa harus dipastikan benar-benar terbentang secara lurus untuk menghindari adanya lengkungan yang dapat menimbulkan genangan dan menjadi tempat nyamuk untuk bertelur.

Menurut dia, bentuk spon sebenarnya tidak harus donat, namun dapat menyesuaikan bentuk kaleng susu. "Kaleng bekas susu instan ada yang berbentuk kotak, dan biasanya lebih mudah dilubangi bagian tengahnya," katanya.

Untuk memancing dan menarik agar nyamuk-nyamuk mau masuk ke dalam kaleng perangkap tersebut, lanjutnya, dapat dilakukan dengan menggunakan atraktan, yakni semacam zat untuk menarik penciuman serangga.

"Atraktan dapat dibuat dari campuran air rendaman jerami sebanyak 10 persen dan air rendaman udang atau kerang sebanyak 10 persen, dan campuran itu akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan amoniak," katanya.

Ia mengatakan, spon akan menjadi lembab dalam beberapa menit, sehingga nyamuk-nyamuk akan masuk dan berlindung ke dalam cincin spon (spon berbentuk donat, red.) kaleng perangkap, serta bertelur di tempat itu.

Kemudian, kata dia, telur-telur yang dihasilkan nyamuk tersebut jatuh ke dalam air dan dalam waktu sekitar dua jam akan menetas menjadi larva dan sekitar enam hari sesudahnya akan berubah menjadi pupa.

"Dua sampai tiga hari berikutnya pupa akan menjadi nyamuk muda dan saat keluar pasti terhalang oleh kawat kasa, serta nyamuk-nyamuk itu nantinya akan mati dengan sendiri," katanya pemenang Teknologi Tepat Guna Semarang 2009 itu.

Menurut dia, kaleng perangkap nyamuk penemuannya telah diujicoba dengan mengambil sampel 40 rumah di daerah Bangetayu Semarang, dan hasilnya angka proporsi rumah berjentik di daerah tersebut berkurang sekitar 27 persen.

"Namun, metode kaleng perangkap nyamuk ini sebenarnya bersifat saling melengkapi, sehingga akan lebih efektif lagi apabila disertai dengan penggalakan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)," kata Sayono.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010