Jakarta (ANTARA News) - Indonesia baru memiliki 29 produk elektrik dan elektronik yang sesuai dengan standar ASEAN dari 199 produk yang seharusnya disepakati untuk disesuaikan standarnya pada awal 2011.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, di Jakarta, Senin, mengingatkan, Kementrian Perindustrian untuk segera memenuhi target harmonisasi standard untuk produk elektrik dan elektronik (AHEEERR/ ASEAN Harmonized Electrical and Electronik Equipment Regulatory Regime) yang telah disepakati bersama anggota ASEAN sejak Desember 2005.

"Kesepakatan itu ada jadwalnya tergantung produknya, mulai akhir 2010 seharusnya untuk produk elektrik dan elektronik, itu Kementerian Perindustrian yang harus ditanya. Kita harus lihat bagaimana kita bisa mengejar (target) karena itu tentunya kementerian teknis yang seharusnya menyiapkan itu," katanya.

Mendag mengatakan, kemungkinan Indonesia bukan satu-satunya negara yang masih terlambat memenuhi target tersebut. "Kita juga harus cek, mungkin negara lain juga mengalami keterlambatan. Yang penting, kita harus kejar supaya sesegera mungkin kita capai," ujarnya.

Hingga kini, Indonesia menduduki peringkat keempat dalam kemampuan memenuhi harmonisasi standar produk elektrik dan elektronik dengan jumlah produk sebanyak 29.

Negara yang paling siap mengikuti standar ASEAN adalah Malaysia dengan jumlah produk yang memenuhi standar ASEAN sebanyak 156 dari 199 yang disepakati.

Thailand dan Singapura masing-masing memiliki 56 dan 34 produk yang sudah sesuai dengan standar ASEAN sedangkan Vietnam 20 produk,

Filipina sembilan produk, Brunei Darussalam tujuh produk, dan Kamboja tiga produk. Kepala Pusat Standarisasi, Kementerian Perdagangan, Arief Adang menjelaskan, polemik seperti yang terjadi pada ASEAN-China FTA (Free Trade Area) bisa terjadi mengingat Indonesia hanya punya waktu sekitar 10 bulan untuk memenuhi target kesepakatan itu.

Arief mengatakan, hambatan utama pemenuhan standar produk ASEAN adalah kurangnya laboratorium uji kualitas untuk 199 produk tersebut di Indonesia. "Hambatan infrastruktur ini menjadi salah satu penyebab minimnya produk elektrik dan elektronik kita yang terstandardisasi sesuai kesepakatan ASEAN," ujarnya.

Arief yang juga Chairman Working Group Joint Sectoral Committee Electric and Electronic ASEAN mengatakan, awalnya Indonesia baru memiliki enam produk yang berstandard ASEAN yaitu lampu swablast, baterai primer, lampu pijar, tusuk kontak, kotak kontak, dan main circuit breaker (MCB/sekering).

Namun akhirnya, ada penambahan 23 produk elektrik dan elektronik termasuk 10 diantaranya yang masih dinotifikasi SNI wajibnya ke WTI.

"Tambahnya antara lain beberapa produk kabel, luminair, dan produk lampu. Memang masih jauh dari total produk yang telah disepakati," tuturnya.

Arief mengungkapkan, sebenarnya terdapat 107 produk elektrik dan elektronika Indonesia yang telah mengacu kepada standar ASEAN, namun Indonesia belum memiliki laboratorium yang bisa menguji kualitas seluruh produk tersebut.

Akibatnya, eksportir Indonesia akan harus mengirim produknya ke negara ASEAN lain untuk diuji kualitasnya sebelum bisa diekspor atau diperdagangkan di kawasan ASEAN.

Hal itu akan mengakibatkan produk Indonesia kurang bisa bersaing karena biaya uji laboratorium di luar negeri lebih mahal dibanding di dalam negeri.

Indonesia telah memiliki empat laboratorium uji produk dan satu Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro) namun produk yang bisa diuji masih terbatas lampu swabalast dan kipas angin. Sementara itu, Malaysia hanya memiliki satu laboratorium uji produk namun lebih banyak produk yang bisa diuji di sana.

"Yang penting, itu kan bukan kuantitas laboratorium. Percuma saja punya laboratorium banyak tapi produk yang diuji terbatas. Ini masih menjadi PR yang harus segera dituntaskan di dalam negeri," ujarnya. (E014/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010