Tanjungpinang (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum Kepulauan Riau (KPU Kepri) menyatakan, hasil pilkada di wilayah tersebut dianggap sah meskipun tanpa panwaslu.

"Hasil pilkada tetap sah demi hukum, meski dalam situasi tertentu menyebabkan tidak adanya panwaslu," kata anggota KPU Kepri, Ferry Manalu, di Tanjungpinang, Kamis.

Pernyataan Ferry itu berhubungan dengan keputusan anggota Panwaslu Kepri dan kabupaten/kota yang berada di wilayah tersebut yang memutuskan akan mengundurkan diri bila pemerintah daerah tidak mengalokasikan anggaran operasional untuk kegiatan mereka.

"Kami berharap pilkada tetap diawasi panwaslu," ujarnya.

Menurut dia, pilkada yang dilaksanakan 26 Mei 2010 diakui walaupun tidak ada panwaslu. Pilkada juga dinilai sah meski kelima anggota KPU Kepri menolak menandatangani hasilnya.

"Pada dasarnya kami tidak ingin mencampuri permasalahan Panwaslu Kepri, karena itu wewenang Bawaslu. Namun kami memiliki hubungan sebagai penyelenggara pilkada, dan pembentukan panwaslu berdasarkan surat edaran bersama antara KPU dengan Bawaslu," katanya.

Ferry mengatakan, anggota panwaslu yang dengan sengaja tidak melaksanakan tugasnya dapat dikenakan sanksi pidana. Sebagai contoh, anggota panwaslu dengan sengaja tidak menghadiri proses rekapitulasi suara yang dilakukan petugas pemungutan suara, dapat dikenakan sanksi pidana.

Ketua Panwaslu Kepri, Edward Mandala menyatakan, sikap anggota panwaslu se-Kepri yang akan mengundurkan diri secara serentak itu bukan sekedar ancaman, karena dipastikan akan dilakukan bila aspirasi mereka tidak dikabulkan.

Edo, demikian panggilan akrabnya, berharap, pemerintah menanggapi aspirasi anggota panwaslu tersebut sehingga pengawasan terhadap pilkada dapat dilaksanakan secara maksimal. Hingga sekarang Panwaslu Kepri masih menunggu keputusan dari pemerintah.

"Waktu pengunduran diri seluruh anggota panwaslu di Kepulauan Riau belum diputuskan dalam rapat pleno," katanya.

Sementara itu, pakar politik, Zamzami A Karim menyatakan, Pilkada Kepri 2010 dinilai tidak sah tanpa panwaslu, karena KPU dan panwaslu merupakan dua lembaga penyelenggara pilkada.

"Legalitas pilkada dipernyatakan bila tidak ada panwaslu," kata Zamzami yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Politik dan Ilmu Hukum Kota Tanjungpinang.

Menurut dia, posisi pemerintah daerah dilematis dalam menanggapi aspirasi panwaslu, karena legalitas lembaga tersebut juga diragukan setelah KPU membatalkan surat edaran bersama dengan Bawaslu. Kemungkinan pemerintah merasa khawatir akan menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari bila mengalokasikan anggaran untuk kegiatan panwaslu.

"Permasalahan perekrutan anggota panwaslu seharusnya diselesaikan sebelum tahapan pilkada dilaksanakan," ujarnya.

Legalitas keanggotaan panwaslu berpeluang dijadikan sebagai objek permasalahan yang akan diangkat ke permukaan oleh calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri yang tidak berhasil mendapatkan suara terbanyak. Karena itu, sebaiknya lembaga penyelenggara pilkada segera mencari solusinya sehingga tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

"Sekarang kondisi memang masih tenang, tetapi setelah pemungutan suara kemungkinan situasi akan berubah, karena ada pihak-pihak yang merasa belum puas dengan hasil pilkada," katanya.
(T.KR-NP/E001/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010