Bogor (ANTARA News) - Satuan Reskrim Polresta Bogor hingga kini belum menemukan bukti adanya indikasi praktik jual beli orang (Trafficking) yang dilakukan Yayasan Tenaga Kesejahteraan Sukarela (TKS) dan Panti Asuhan Anak Permata Hati.

"Kita belum menemukan bukti adanya indikasi trafficking, karena proses penyelidikan masih berlangsung," kata Kasatreskrim Polresta Bogor, AKP Indra Gunawan, di Bogor, Kamis.

Indra mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan pemeriksaan terhadap ibu asuh salah satu bayi kembar yang ada di panti yang beralamat di di Jalan Roda, Kelurahan Lebak Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, dan di Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor.

Ibu asuh berinisial K didatangkan langsung dari Bontang Kalimantan bersama bayi berusia 3 bulan berjenis kelamin laki-laki merupakan kembaran dari bayi perempuan yang ditemukan KPAI di Yayasan tersebut Rabu (30/6) lalu.

Sekitar pukul 11:45 WIB, ibu dan bayinya tiba di Mapolresta Bogor, didampingin aparat kepolisian yang menjemputnya di Bandara Soekarno Hatta pagi tadi.

Selama empat jam, ibu dan bayi didampingi dari KPAI, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Bogor dan Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus diperiksa di ruang Kasatreskrim Polresta Bogor.

"Pemeriksaan hanya sekedar mempertanyakan awal mula sampai proses pengasuhan berlangsung, dan bagaimana perasaannya jika anak yang sudah sekian bulan diasuhnya harus dititipkan sementara di Depsos untuk keperluan pemeriksaan," kata Indra.

Dalam pemeriksaan tersebut kata Indra, belum ditemukan adanya indikasi jual beli anak.

Soal adanya pembayaran yang dilakukan ibu asuh dari bayi kembar milik Rohani (16) tersebut bukanlah uang pembayaran anak, namun uang sumbangan sukarela yang diberikan secara kontinyu kepada Rohani yang sedang kesulitan uang.

Sebelumnya, Ketua Yayasan dan pati Dina Mayasari telah menjalani pemeriksaan Rabu (7/7) lalu. Dalam keterangannya Dina membantah adanya praktik perdagangan orang.

Menurut Fajar Irawan Humas Yayasan TKS dan Panti Asuhan Anak Permata Hati tuduhan dugaan trafficking dinilai salah alamat.

"Jika proses jual beli ada pihak yang membeli dan diuntungkan. Yang dilakukan panti adalah mempertemukan orang yang membutuhkan pertolongan dan menginginkan bantuan," kata Fazar.

Fazar menjelaskan, kasus yang dialami Rohani adalah wanita asal Kebun Pedes Kota Bogor membutuhkan pertolongan Yayasan untuk dibantu persalinan bayi yang dikandungnya di luar nikah.

Sementara itu di saat yang sama ada seorang donatur yayasan yang menginginkan untuk mengasuh anak yang ada di panti asuhan.

Pihak Yayasan membantu dua keinginan tersebut atas dasar kemanusian. Fazar membantah proses yang mereka lakukan adalah adopsi.

"Kami tidak melakukan adopsi, tapi membantu mencarikan orang tua asuh bagi anak-anak yang ingin mendapatkan kehidupan yang layak," katanya.

Fazar beralasan bahwa pihaknya tidak mengetahui adanya aturan yang melarang seseorang membantu untuk mengasuh anak-anak yang kurang beruntung.

Ia juga tidak mengetahui hanya ada enam yayasan di Indonesia yang memiliki izin melakukan proses pengadopsian.

Muhammad Rizky Nasution Anggota Pogja KPAI mengharapkan proses hukum kasus dugaan tersebut dapat berjalan lancar.

Pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap kasus dugaan tersebut. Rizky kembali menegaskan bahwa, pihaknya berkeyakinan dengan dugaan tersebut berdasarkan hasil temuan-temuan di lapangan.

"Berdasarkan hasil temuan di lapangan, kuat indikasi adanya praktik jual beli. Kita akan awasi ini dan mengharapkan polresta Bogor dapat bertugas sebaik mungkin," katanya.

Rizky berpendapat, bahwa kejadian ini terjadi karena kurangnya perhatian dari pemerintah setempat yang tutup mata dengan keberadaan panti tersebut. (LR/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010