Mogadishu (ANTARA News/AFP) - Pertempuran di Mogadishu antara gerilyawan muslim garis keras dan prajurit pemerintah Somalia yang didukung pasukan Uni Afrika menewaskan sedikitnya 17 warga sipil, kata petugas medis, Rabu.

"Petugas ambulan mengambil 10 mayat sipil dan 46 orang yang terluka dalam bentrokan-bentrokan kemarin (Selasa) sore," kata Ali Musa, kepala pelayanan ambulan Mogadishu, kepada AFP.

Tujuh orang lagi tewas akibat luka-luka mereka ketika sedang menjalani perawatan di rumah sakit Madina di kota itu, kata beberapa pejabat.

Pertempuran meletus ketika para pemimpin Afrika hari Selasa setuju menambah pasukan Uni Afrika (AU) di Somalia sebanyak 4.000 orang lagi untuk memerangi gerilyawan yang mengobarkan perang mematikan untuk mendongkel pemerintah sementara negara itu.

Keputusan itu diambil AU untuk menanggapi serangan bom di Kampala yang menewaskan 76 orang dan diklaim oleh gerilyawan Somalia Al-Shabaab dua pekan lalu menjelang pertemuan puncak AU di ibukota Uganda tersebut.

Pertempuran Selasa itu terjadi di distrik Taleh Mogadishu, dimana bom-bom mortir ditembakkan oleh kedua kubu bermusuhan yang menghancurkan rumah-rumah dan menewaskan warga sipil.

Penduduk sipil menanggung akibat dari bentrokan-bentrokan yang terus-menerus antara kubu-kubu yang berperang dalam upaya menguasai Mogadishu.

Serangan-serangan bom pada 11 Juli di Kampala dilakukan di sebuah restoran dan sebuah tempat minum yang ramai ketika orang sedang menyaksikan siaran final Piala Dunia di Afrika Selatan.

Pasukan keamanan Uganda telah menangkap lebih dari 20 orang, termasuk sejumlah warga Pakistan, terkait dengan dua serangan yang menewaskan 76 orang itu.

Pemimpin Al-Shabaab telah memperingatkan dalam pesan terekam pada bulan ini bahwa Uganda akan menghadapi pembalasan karena peranannya dalam membantu pemerintah sementara Somalia yang didukung Barat.

Uganda adalah negara pertama yang menempatkan pasukan di Somalia pada awal 2007 untuk misi Uni Afrika yang bertujuan melindungi pemerintah sementara dari Al-Shabaab dan sekutu mereka yang berhaluan keras di negara Tanduk Afrika tersebut.

Pasukan Uni Afrika mendukung pemerintah Somalia dalam perang melawan gerilyawan garis keras itu.

Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.

Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya, Hezb al-Islam, berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.

Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.

Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.

Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.

Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.

Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh Al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.

Gerilyawan muslim garis keras, yang meluncurkan ofensif sejak 7 Mei 2009 untuk menggulingkan pemerintah sementara dukungan PBB yang dipimpin oleh tokoh moderat Sharif Ahmed, meningkatkan serangan-serangan mereka.

Tiga pejabat penting tewas dalam beberapa hari sejak itu, yang mencakup seorang anggota parlemen, seorang komandan kepolisian Mogadishu dan seorang menteri yang terbunuh dalam serangan bom bunuh diri.

Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010