Herat, Afghanistan (ANTARA News/AFP) - Serangan bom menewaskan 14 orang dari keluarga yang sama di Afghanistan, Kamis, yang menggarisbawahi tingkat kekerasan terburuk ketika peninjauan AS menyebutkan bahwa strateginya untuk mengalahkan Al-Qaeda dan Taliban sedang berjalan.

Bom pinggir jalan itu, yang dituduhkan pada Taliban, meledakkan minibus yang membawa orang-orang itu pergi ke daerah sebelah utara kota bersejarah Herat, dekat perbatasan baratlaut Afghanistan dengan Turkmenistan.

Pemboman itu terjadi setelah kementerian pertahanan menuduh NATO membunuh empat prajurit Afghanistan dalam serangan udara di sebuah daerah bergolak Taliban di wilayah selatan, zona paling mematikan bagi pasukan pimpinan AS yang memerangi gerilyawan.

"Peristiwa itu terjadi di distrik Kushki Kuhna pukul 11.00 (pukul 13.30 WIB). Akibatnya, 14 penumpang yang semuanya dari satu keluarga besar tewas," kata juru bicara provinsi Herat, Rafi Behrozyan.

"Ini pekerjaan Taliban," tambahnya.

Empat orang lain terluka dalam serangan itu, dan dua bom serupa ditemukan kemudian dan dijinakkan di daerah yang sama, katanya.

Presiden Hamid Karzai mengutuk serangan mematikan itu, yang terjadi ketika sekitar 20 persen muslim Syiah memperingati puncak ritual pagi Asyura.

"Teroris lagi-lagi membunuh orang tak berdosa dan pada hari keramat Asyura," kata Karzai dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan kantornya.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berjanji membantu membawa mereka yang bertanggung jawab atas serangan itu ke pengadilan.

Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun ini ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.

Hampir 700 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang tahun ini, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.

Pemimpin Taliban Mullah Omar telah menyatakan, pihaknya akan meningkatkan serangan taktis terhadap pasukan koalisi untuk memerangkap musuh dalam perang yang melelahkan dan mengusir mereka seperti pasukan eks-Uni Sovyet.

Saat ini terdapat lebih dari 150.000 prajurit yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai memerangi gerilyawan Taliban.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.

Pasukan NATO dan Afghanistan saat ini terlibat dalam ofensif besar-besaran di sekitar Kandahar -- kota terbesar di wilayah selatan -- yang bertujuan menghalau gerilyawan dari daerah tersebut untuk membantu mengakhiri perang panjang Afghanistan.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004) 

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010