Mazar-i-Sharif, Afghanistan (ANTARA News/AFP) - Dua pekerja pembangunan jalan Bangladesh yang diculik di Afghanistan tiga hari lalu telah dibebaskan, sementara lima pekerja lain masih disandera, kata sejumlah pejabat, Senin.

Kedua pekerja itu mengatakan bahwa lima orang lain yang ditahan penculik berada dalam kondisi sehat.

Satu insinyur Bangladesh tewas dan tujuh pekerja disandera Jumat ketika orang-orang bersenjata menyerbu sebuah kamp pembangunan jalan terpencil yang dikelola sebuah perusahaan konstruksi Korea Selatan antara provinsi-provinsi Balkh dan Samangan di Afghanistan utara.

"Dhaka berkomunikasi dengan (dua) pekerja Bangladesh yang dibebaskan dan memperoleh penjelasan bahwa lima sandera Bangladesh berada dalam keadaan sehat dan kini di Mazar-i-Sharif," kata kementerian luar negeri Bangladesh.

Bangladesh secara resmi meminta pemerintah Afghanistan membebaskan sandera-sandera yang masih tersisa, katanya, dengan menambahkan bahwa Kabul menjanjikan "kerja sama penuh". Pernyataan itu mengatakan, kedua orang tersebut dibebaskan pada Minggu.

Di tengah laporan simpang-siur mengenai apa yang sesungguhnya terjadi, pejabat daerah yang mengawasi proyek pembangunan jalan itu memberikan penjelasan kepada AFP.

"Dua orang Bangladesh yang tidak bisa mengikuti berjalan bersama penculik tertinggal di belakang dan kemudian diserahkan kepada polisi oleh penduduk setempat," kata Dur Mohammad dari departemen pekerjaan umum di provinsi Balkh.

Kepala departemen itu, Enayatullah Zafar, mengkonfirmasi bahwa lima orang Bangladesh masih disandera. Operasi kepolisian dilakukan untuk membebaskan mereka, kata juru bicara kepolisian Sherjan Duranai.

Peristiwa itu terjadi di wilayah utara Afghanistan dimana gerilyawan Taliban semakin aktif ketika NATO membuka jalur-jalur pemasokan baru.

Para pekerja Bangladesh itu diculik di tengah meningkatnya konflik di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun ini ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.

Sekitar 700 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang tahun ini, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.

Pemimpin Taliban Mullah Omar telah menyatakan, pihaknya akan meningkatkan serangan taktis terhadap pasukan koalisi untuk memerangkap musuh dalam perang yang melelahkan dan mengusir mereka seperti pasukan eks-Uni Sovyet.

Saat ini terdapat lebih dari 150.000 prajurit yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai memerangi gerilyawan Taliban.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.

Pasukan NATO dan Afghanistan saat ini terlibat dalam ofensif besar-besaran di sekitar Kandahar -- kota terbesar di wilayah selatan -- yang bertujuan menghalau gerilyawan dari daerah tersebut untuk membantu mengakhiri perang panjang Afghanistan.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004) 21-12-2010 01:23:29

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010