Jakarta (ANTARA News) - Pakar hukum tata negara, Margarito, menilai desakan agar Jaksa Agung Basrief Arief mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung atas kasus Sisminbakum, tidak perlu ditanggapi karena tidak ada dasar hukum yang memadai.

Bahkan, ujarnya kepada pers di Jakarta, Rabu, untuk kasus Sisminbakum itu sebaiknya dihentikan dengan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) karena tidak ada alasan untuk melanjutkannya.

"Jaksa Agung harus tegas ambil keputusan SKPP. Kalau Kejaksaan mengambil langkah PK secara normatif bisa, tapi bagi saya PK mengada-ada saja. Barang bukti apa yang baru untuk ajukan PK," ungkap Margito yang juga staf pengajar Universitas Khairun Ternate.

Sementara menanggapi adanya desakan Indonesia Police Watch dan LSM lain agar kasus ini dibawa ke pengadilan, Margarito mengatakan, hal itu sebaiknya juga tidak usah ditanggapi karena para tersangka bisa menjadi tersandera akibat ketidakpastian Jaksa Agung.

"Mahkamah Agung menyatakan Sisminbakum bukan uang negara, tidak ada unsur kerugian negara. Kalau Sisminbakum dipaksakan ke pengadilan, mana kepastian hukumnya, mana kerugiannya?," tegas pria asal Ternate itu.

Margito juga menjelaskan, soal adanya nama Sadik Wahono yang merupakan mantan komisaris TPI dan diduga mendalangi aksi desakan terhadap kelanjutan kasus Sismibakum, hal tersebut juga tidak istimewa dan biar nanti masyarakat menilainya.

"Biarkan saja nanti masyarakat yang menilai tindakan yang dilakukannya," ujarnya.

Sementara itu, salah seorang tersangka kasus Sisminbakum, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan tidak ada dasar hukumnya bagi Kejagung untuk mengajukan PK.

KUHAP sudah menegaskan bahwa PK adalah hak terhukum, penasehat hukum dan keluarganya. Sementara Kejagung tidak berhak mengajukan PK.

Kalaupun tetap diajukan, Yusril menambahkan, maka kemungkinan besar MA juga akan menolak permohonan tersebut. Selain tidak ada landasan hukumnya, juga tidak terdapat novum yang meyakinkan untuk mengajukan PK atas putusan Romli.

Kejagung harus memainkan peranan untuk menjamin adanya kepastian hukum. Apabila KUHAP tidak memberikan hak kepada jaksa untuk PK, maka kepastian hukum itu harus dijaga.

Mantan Menteri Sekretaris Negara ini menambahkan bahwa MA juga sudah menyadari kekeliruan mereka mengabulkan PK dalam kasus Muchtar Pakpahan, Polycarpus dan terakhir Djoko Chandra.

Pengajuan PK dalam perkara Romli juga mengandung risiko, karena faktanya Yohanes Woworuntu sedang mengajukan PK.

"Dasar pengajuan PK Yohanes sangat kuat, sebab dia didakwa bersama-sama dengan Romli. Dengan dibebaskannya Romli, maka Yohanes otomatis harus dibebaskan pula," ujarnya.

Lebih lanjut Yusril mengatakan bahwa Kejagung sebaiknya bertindak proporsional menghadapi kasus Sisminbakum karena itu merupakan permainan Hendarman Supandji semasa ia menjadi Jaksa Agung.

"Jangan Jaksa Agung sekarang dibebani oleh kesalahan Hendarman. Kejaksaan Agung jangan mengorbankan nasib warga negara karena alasan-alasan yang jauh dari rasionalitas," kata Yusril.(*)
(T.D011/A041)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011