merekatkan keberagaman untuk kita semua dalam melawan COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Tahun baru Imlek 2573 Kong Zili yang jatuh pada 1 Februari 2022 ini, dirayakan oleh semua warga dunia keturunan Tionghoa, tak terkecuali di Indonesia.

Di setiap kota-kota di Indonesia, termasuk di Jakarta, warga keturunan Tionghoa memadati kelenteng dan vihara untuk mengikuti berbagai rangkaian ritual dalam ajaran "Konfusius" atau Konghucu itu.

Baca juga: Wali Kota Jaksel: Imlek 2022 jadi momentum awal kebangkitan ekonomi

Hampir semua pejabat negara dan daerah pun turut memeriahkan perayaan Imlek, seperti Menteri BUMN Erick Thohir dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengunjungi kelenteng dan vihara di Jakarta.

Kedua pejabat itu menyerukan penghargaan pada keragaman dan persatuan yang harus dipelihara antara sesama anak bangsa.

"Karunia Tuhan dalam bentuk keberagaman ini dijaga dengan semangat persatuan. Karena itu yang kita rayakan hari ini adalah perayaan persatuan, dan kebersamaan," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam kunjungannya di Kelenteng Hian Thian Siang Tee Bio di Jalan Palmerah Selatan, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa.

Perayaan Kaum Tani
Imlek yang bukan hanya dirayakan oleh warga keturunan Tionghoa, namun juga disambut masyarakat sekitar kelenteng atau vihara lokasi perayaan Imlek yang bisa menjadi salah satu potret semangat persatuan.

Semangat persatuan tersebut memang menjadi landasan dari perayaan Imlek sendiri yang menurut sejarawan China telah dimulai sejak ribuan tahun lalu, meski belum dipastikan kapan pastinya perayaan tahun baru Imlek dirayakan pertama kali.

Menurut Novi Wahyudi, penulis Indonesia yang belajar di China sekitar 10 tahun, kendati sulit mematok secara pasti mulai kapan tahun baru Imlek itu dimulai, mayoritas sejarawan China sepakat bahwa apa yang ditulis dalam kitab Shang Shu (dokumentasi sejarah) yang merupakan salah satu dari lima kitab klasika penting dalam ajaran Konghucu, bisa dijadikan patokan.

Baca juga: 750 personel amankan wihara di Jakarta Barat

"Pada hari pertama bulan pertama, Kaisar Shun [yang berkuasa pada sekitar 2184 SM] menyekar ke makam leluhurnya, melakukan blusukan ke daerah-daerah dan berkata: ‘Untuk menyelesaikan permasalahan pangan, harus benar-benar diperhatikan kapan waktu yang tepat untuk bercocok tanam. Ayomilah rakyat pinggiran sebagaimana engkau mengayomi orang-orang di dekatmu. Angkatlah pejabat yang berbudi luhur. Singkirkanlah pejabat yang licik (Yue zheng yuan ri, Shun ge yu fen zu, xun yu si yue ... Yue: ‘Shi zai, wei shi. Rou yuan neng er. Dun de yun yuan. Er nan ren ren)," tulis Novi mengutip Shang Shu.

Novi juga menulis, klasika ajaran Konghucu lainnya, yakni Li Ji (Catatan Kesusilaan) yang juga mencatat kejadian serupa dengan menggambarkan perayaan yang dilakukan di awal musim semi tersebut.
Warga keturunan Tionghoa melakukan ibadah Tahun Baru Imlek 2573 Kongzili di ViharaÊHo Tek Chen Shen, kawasan Tanah Abang, Jakarta, Selasa (1/2/2022). ANTARA FOTO/Reno Esnir/nym.


"Pada awal musim semi, kaisar membawa serta menteri-menterinya menyambut kedatangan awal musim semi. Pada bulan itu, di hari pertamanya, kaisar berdoa kepada Tuhan agar negerinya diberi keberlimpahan pangan (Li chun zhi ri, tianzi qin shuai san gong, jiu qin, zhu hou, da fu, yi ying chun ... Shi yue ye, tianzi nai yi yuan ri qi gu yu Shangdi)," tulis Novi mengutip Li Ji.

Berdasarkan rekaman kejadian yang dicatat dari dua kitab Klasika Konghucu tersebut, Novi menyebut bahwa dapat dikatakan perayaan tahun baru Imlek merupakan hari raya kaum tani dengan mengacu pada kondisi China merupakan negara agraris di masa itu.

Bahkan sejumlah catatan yang menyebutkan tahun baru Imlek sudah biasa digelar sejak ribuan warsa sebelum kelahiran Khonghucu ke dunia dia menilai hal tersebut menggambarkan persatuan karena dirayakan berbagai kalangan dan bukan monopoli pengikut ajaran agama tertentu.

"Dengan demikian barangkali bisa dibilang, hari raya Imlek bukanlah monopoli pemeluk agama Khonghucu semata, melainkan seluruh masyarakat China, terlepas apa pun agama yang kini diimani ataupun tidak diimani mereka," tulis Novi dalam kesimpulan tulisannya.

Baca juga: Vihara Amurva Bhumi Jaksel bersiap sambut Tahun Baru Imlek

Persatuan hingga harapan lawan COVID-19
Perayaan Imlek pada 2022, rasa persatuan tersebut pun masih tercermin, bukan hanya kegiatan di kelenteng dan vihara saja, tapi juga di setiap rumah warga keturunan Tionghoa yang memiliki keyakinan agama berbeda dalam anggota keluarganya.

"Ini adalah momen di mana keluarga yang mungkin jarang bertemu untuk berkumpul satu sama lain dan merayakan budaya warisan leluhur, istilahnya ini untuk mengingat akar sejarah kami dan memelihara persatuan setidaknya antar anggota keluarga," kata Yuda, salah seorang warga keturunan Tionghoa muslim.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) DKI Jakarta Liem Liliany yang menuturkan perayaan Imlek ini akan menjadi momen bagi kaum yang merayakan untuk memupuk persatuan dalam keragaman Indonesia saat situasi sulit akibat COVID-19.

Hal tersebut juga diamini Anies yang memaknai Tahun Macan Air pada Tahun Baru Imlek 2573 Kongzili sebagai tahun dengan keberanian untuk menghadapi tantangan di hari-hari ke depan sesuai dengan shio pada tahun 2022 ini merupakan shio macan air.

Pasalnya dengan COVID-19 yang masih merebak dengan munculnya varian Omicron yang berdasarkan data pada 31 Januari 2022, telah menginfeksi sebanyak 2.892 orang dengan 1.581 orang pelaku perjalanan luar negeri dan sisanya transmisi lokal, dibutuhkan semangat ekstra untuk melawan pandemi ini bersama-sama.

"Shio tahun ini adalah shio macan air yang harapannya menandai keberanian untuk menghadapi tantangan yang cukup besar di hari-hari ke depan. Imlek jadi salah satu simbol perayaan semangat keragaman dan semangat persatuan harus dikorbankan untuk dapat merekatkan keberagaman untuk kita semua dalam melawan COVID-19," tutur Anies.

Baca juga: Vihara Amurva Bhumi Jaksel tiadakan atraksi Barongsai saat Imlek 2022

Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2022