Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar menyayangkan pidato Presiden Yudhoyono dalam rangka HUT ke-66 Proklamasi Kemerdekan RI tidak menyinggung masalah kedaulatan pangan yang fundamental untuk dicermati secara khusus.

"Optimisme pidato Presiden khususnya pada kondisi ekonomi perlu dikritisi, karena kondisi realitas lapangan bisa jadi sangat kontras. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir selama bulan Januari-Juni 2011, impor pangan Indonesia mencapai 11,33 juta ton dengan nilai 5,36 miliar dolar AS (sekitar Rp45 triliun)," ujar Rofi di Gedung DPR Jakarta, Selasa.

Salah satu yang disinggung Presiden SBY di awal bagian pidatonya bahwa saat ini Indonesia di kawasan Asia Tenggara tercatat sebagai negara dengan skala ekonomi terbesar, banyak pihak menyebut Indonesia sebagai "emerging economy". Presiden menambahkan, Indonesia juga memiliki peluang yang sangat baik untuk menjadi salah satu negara dengan skala ekonomi sepuluh besar di dunia, dalam dua sampai tiga dasawarsa mendatang.

"Bisa jadi optimisme skala ekonomi terbesar yang dimaksud Presiden SBY hanya sebatas pada skala konsumsi besar yang dilakukan oleh penduduk Indonesia, bila hal ini benar menandakan bahwa kita sebagai bangsa adalah bangsa yang tidak produktif," ujar anggota FPKS DPR itu.

Selanjutnya pada bagian pertengahan pidato, Presiden SBY menjelaskan melalui pendekatan mekanisme ekonomi pertumbuhan ekonomi yang kuat didorong. Di antaranya dengan memperluas investasi dan meningkatkan belanja Pemerintah. Melalui pertumbuhan ekonomi yang kuat terjadi perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.

Rofi memandang investasi dan peningkatan belanja Pemerintah yang disebutkan oleh Presiden SBY dan diharapkan memperkuat perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha kembali terasa kontras bila melihat banyaknya anggaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam kebijakan importasi pangan selama ini.

Kementerian Perdagangan tercatat telah melakukan importasi pada banyak komoditas pangan utama sepanjang semester I/2011. Melalui Bulog akhir Juli membuka keran impor beras dari Vietnam sebanyak 500.000 ton senilai Rp2,1 triliun. Lalu Kemendag mengimpor bawang merah selama semester I tahun 2011 mencapai 141,795 ribu ton dengan nilai 67,611 juta dolar AS atau sebanding dengan Rp5,7 triliun.

Indonesia juga masih mengimpor kedelai, sebagai bahan baku tahu dan tempe, sebanyak 1,7 juta ton, setara dengan 840 juta dolar AS atau Rp7,14 triliun dengan kurs Rp8.500/dolar AS.

"Tingginya angka importasi pangan merupakan bukti nyata bahwa pemerintah tidak peduli terhadap pertumbuhan petani lokal. Importasi pangan dilakukan hampir di seluruh komoditas pertanian, dari beras hingga singkong," ujarnya.

Dengan kebijakan importasi pangan yang sedemikian besar, menurut dia, sulit untuk diharapkan terjadi perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha di sektor pangan, padahal menurut data BPS sebanyak 72 persen orang miskin berada di sektor pertanian.

(T.D011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011