Kalau saat ini peran investor ritel menjadi sangat signifikan, mungkin 2-3 tahun terakhir terutama saat pandemi
Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Mirza Adityaswara mengatakan investor ritel yang semakin bertumbuh pesat, baik dari kuantitas maupun nilai transaksi akan menjadi tulang punggung pasar modal Indonesia.

Keberadaan investor ritel juga diharapkan dapat menjadi investor jangka panjang agar dapat menopang pembiayaan sektor produktif dalam negeri.

“Kalau saat ini peran investor ritel menjadi sangat signifikan, mungkin 2-3 tahun terakhir terutama saat pandemi. Investor ritel bisa signifikan, bahkan bisa menjadi 50 persen revenue (pendapatan) perusahaan sekuritas,” ujar Mirza dalam diskusi daring LPPI "Mendorong Investor Ritel Berorientasi Jangka Panjang di Pasar Modal Indonesia" di Jakarta, Kamis.

Saat ini, jumlah investor ritel juga bertambah signifikan. Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 22 Februari 2022, jumlah kepemilikan investor ritel mencapai 14 persen di pasar saham Indonesia, atau meningkat dibanding 2019 yang hanya sebesar 10,6 persen.

“Kalau tidak salah jumlahnya sudah 8 juta investor. Itu akan jadi backbone (tulang punggung) pasar modal Indonesia,” kata Mirza.

Sementara itu, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono W Widodo menyampaikan investasi saham di pasar modal meningkat drastis karena pembatasan mobilitas masyarakat sebagai dampak pandemi COVID-19.

“Karena banyak yang bekerja dari rumah, jadi ada waktu yang tersisa antara rapat satu dan lainnya, tidak bisa keluar makan. Jadi waktu banyak, tidak bisa ke luar negeri, jadi banyak idle fund (dana mengendap),” kata dia.

Menurut data BEI, nilai transaksi investor ritel pada Januari-Februari 2022 mencapai 51,1 persen dari total transaksi di pasar saham, atau meningkat dari 2019 yang sebesar 37 persen.

Jika merujuk data BEI, bahwa setiap harinya nilai transaksi di pasar modal bisa mencapai Rp14,3 triliun, maka investor ritel setiap harinya bisa bertransaksi sekitar Rp7 triliun.

Direktur Retail dan Treasury Mandiri Sekuritas Theodora Manik mengatakan investor ritel dalam 2-3 tahun terakhir, tidak hanya membanjiri instrumen saham, namun juga surat utang negara.

Namun, menurutnya, literasi keuangan pada investor ritel harus ditingkatkan. Hal itu agar keputusan investasi tidak sekedar berdasarkan spekulasi atau karena Fear of Missing Out (FOMO) belaka.Jika literasi keuangan rendah, maka investasi dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

“Mereka perlu literasi dan edukasi yang memadai. Mandiri Sekuritas juga sebenarnya pernah buat survei kecil. Hal yang nomor satu mereka (investor) perlukan adalah info, jadi kami lakukan literasi ke individunya. Ini mengikuti tren-tren yang ada sekarang, Jadi untuk menghindari FOMO, perlu ada perlindungan investor,” ujarnya.

Baca juga: BEI: Rendahnya literasi keuangan di pasar modal masih jadi tantangan
Baca juga: Analis: Presidensi G20 berpotensi jadi sentimen positif di pasar saham
Baca juga: Praktisi: Kepala Pengawas Pasar Modal baru harus adaptif pada tren


Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022