... yang kami jual adalah bingkisan mahar atau seserahan dalam pernikahan, isinya macam-macam seperti sepatu, tas, sajadah atau uang, tergantung permintaan konsumen...
Jakarta (ANTARA News) - Bagi masyarakat yang akan melangsungkan pernikahan dan ingin mendapatkan mahar alias maskawin menarik pada hari spesialnya, dapat pergi ke Cikini, Jakarta Pusat. Lokasinya menyolok mata, di sekitar Stasiun Cikini.

Tempat tersebut lazim disebut pusat parsel Cikini yang biasa menyediakan berbagai parcel aneka bentuk dari rotan dan bambu serta membuat aneka bingkisan mahar yang biasa disediakan saat upacara lamaran.

"Kalau hari biasa, yang kami jual adalah bingkisan mahar atau seserahan dalam pernikahan, isinya macam-macam seperti sepatu, tas, sajadah atau uang, tergantung permintaan konsumen," kata Reni, pemilik Toko Parsel Immanuel.

Menurut Reni, konsumennya menyediakan sendiri isi untuk mahar itu, kemudian ia dan delapan karyawannya mendesain mahar tersebut di dalam kotak berlapis kain, keranjang rotan atau kotak karton aneka bentuk.

"Keranjang rotan kami datangkan dari Tasikmalaya, tapi untuk hiasan pita dan pembungkusan kami buat dan lakukan sendiri," kata Reni yang mengaku memperoleh omzet Rp10 juta sampai Rp15 juta perbulan dari usahanya tersebut.

Berbeda dengan Reni, Ni Made Ena, pemilik usaha Gatara Bali yang juga menyediakan berbagai wadah artistik dan perlengkapan pernikahan, membuat sendiri semua tempat mahar dengan sentuhan seni Bali.

"Saya sengaja memberikan sentuhan seni Bali untuk semua barang yang dijual karena wadah itu dipergunakan untuk hari yang spesial, jadi hasilnya lebih eksklusif," kata Ni Made yang sudah membuka usaha di Cikini sejak 2006.

Kotak kerajinan dari bahan mendong, lontar, pandan atau tanah liat diukir oleh perajin Bali dan dikirim ke Jakarta. Ni Made menawarkan wadah tersebut dengan harga Rp100 ribu hingga Rp1 juta setiap set.

"Konsumen yang membawa sendiri mahar mereka seperti alat sholat, perhiasan, kebaya atau 'make up', lantas kami rangkai di sini," kata Ni Made yang memiliki delapan karyawan di Jakarta dan ratusan perajin di Bali.

Ia mengatakan tidak ada kendala selama menjalankan usahanya selain uang sewa yang naik hingga 300 persen yang ditetapkan pihak PT KAI pada tahun ini.

"Kami memang Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang tidak dapat dibandingkan dengan perusahaan besar yang dapat membayar dalam jumlah besar dan menguasai rantai barang dari hulu hingga hilir. Padahal UKM yang bertahan saat krisis, bukan pemodal besar," keluh Ni Made.

Pemodal besar yang dimaksud Ni Made adalah satu jaringan waralaba yang baru dibuka di Stasiun Cikini.

"Ibaratnya, hasil dari parcel Lebaran dan Natal membantu untuk bayar sewa tempat, kalau omzet sehari-hari hanya untuk menutup biaya operasional," kata Ni Made. (SDP-03)

Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011