Keluar dari sini mereka gembira
Jakarta (ANTARA) - Belum lama ini Museum Nasional meresmikan Ruang ImersifA–sebuah ruang berukuran 12 m x 21 m yang menyajikan instalasi video mapping.

Dengan proyeksi sudut 360°, pengunjung dapat merasakan pengalaman interaktif seolah menyatu dengan visual warna-warni yang berubah-ubah di sekeliling dinding dan lantai.

Tak hanya memanjakan mata, audio Ruang ImersifA juga semakin melengkapi perjalanan imajinasi pengunjung di dalamnya selama 30 menit.

Sajian video mapping memang bukanlah barang baru, namun ini kali pertama Museum Nasional menghadirkan video mapping yang direncanakan akan bersifat permanen.
Suasana Ruang ImersifA di Museum Nasional, Jakarta. (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)


Dalam pembuatan video mapping, Pamong Budaya Ahli Madya di Museum Nasional Nusi Lisabilla mengatakan pihaknya bersama tim sangat memperhatikan detail-detail termasuk warna, visual, latar belakang musik, hingga pencahayaan.

Ia juga bercerita bahwa video mapping akan terasa semakin memanjakan pengunjung kalau saja tersedia ruangan dengan langit-langit yang tinggi sehingga memungkinkan gambar bergerak tak hanya mencakup dinding dan lantai melainkan juga pada bagian atas.

"Sebetulnya bukan ruangan yang ideal karena langit-langit seharusnya tinggi. Karena keterbatasan langit-langit, jadi kami hanya bisa lantai sama dinding. Dan ini karena bangunan cagar budaya, kami nggak berani utak-atik. Kan ada peraturannya untuk mengubah ruangan," kata Nusi saat dijumpai ANTARA beberapa waktu lalu.

Pertunjukan di Ruang ImersifA menampilkan kilasan-kilasan perjalanan sejarah dalam konteks Nusantara dan Indonesia, mulai dari zaman pra-sejarah hingga masa modern.

Konten ImersifA juga menyajikan cerita-cerita seperti latar belakang sejarah Museum Nasional, kisah pertempuran antara Ganesha dan Nila Rudraka dengan latar candi Prambanan dan Borobudur, empat suku pelaut ulung Indonesia, hingga sejarah perkembangan transportasi.

Yang tak kalah menarik, video mapping menghadirkan gambar-gambar animasi alam, laut, dan ruang angkasa yang dipenuhi bintang-bintang. Rangkaian video ditutup dengan sebuah lagu yang membawa pesan mengenai harmoni kehidupan dalam keberagaman.
Suasana Ruang ImersifA di Museum Nasional, Jakarta. (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)


Menurut Nusi, durasi 30 menit memang merupakan waktu yang singkat untuk merangkum kompleksitas sejarah. Sebab itu, pihaknya hanya menampilkan potongan-potongan yang mewakili zaman ke zaman.

Konten video mapping digodok oleh tim kurator Museum Nasional yang turut berdiskusi dengan para pakar seperti mengundang dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dan Fakultas Ilmu Politik (FISIP) UI, etnomusikolog, hingga sejarawan.

"Jadi kami memang mengecek, apakah yang sudah kami buat ini pas enggak, sih. Kami takutnya ada hal yang melenceng," tutur Nusi.

Pertimbangan durasi 30 menit juga bukannya tanpa alasan. Menurut Nusi, penuturan sejarah dengan durasi panjang akan membosankan, terutama bagi anak-anak sekolah dasar yang tidak tahan berlama-lama mempelajari sesuatu.

Ruang ImersifA di Museum Nasional merupakan metode perkenalan awal untuk masuk ke sejarah dan budaya Indonesia dengan cara yang kekinian.

"Memang cukup rumit membuat suatu konten dengan pesan yang langsung sampai ke orang. Jadi kami membuat sesuatu yang bisa diterima dicerna dengan mudah oleh masyarakat," ujar Nusi.

Sebelum Ruang ImersifA, Nusi menuturkan pihaknya juga pernah menyajikan cara-cara lain untuk mengenalkan koleksi museum, seperti pameran dan video mapping yang bersifat sementara.

"Tapi itu sifatnya temporer hanya sebulan atau dua minggu. Nah, ini mau yang bisa jangka waktu yang cukup lama. Ruang ImersifA rencananya permanen, tapi nanti akan ada tambahan konten setiap tahunnya," kata Nusi.
Suasana Ruang ImersifA di Museum Nasional, Jakarta. (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)


Di dalam Ruang ImersifA, pengunjung dapat menikmati pertunjukan dengan duduk maupun berdiri selama mematuhi protokol kesehatan seperti mengenakan masker dan menjaga jarak. Sebelum masuk ke ruangan, pengunjung akan diberi pelindung alas kaki sehingga lantai ruangan tidak kotor mengingat video mapping bergerak hingga ke lantai.

"Saya suka mengamati pengunjung. Tadi masih sopan-sopan, kalau yang kemarin-kemarin ada yang ekspresif, ada anak kecil melihat ikan, dia ikut berenang-renang. Pokoknya macam-macam. Tidak apa-apa, sih, sebenarnya kami nggak melarang mereka. Ini area untuk mengungkapkan ekspresi kan, ruang imajinasi, ya, terserah orang mau berimajinasi seperti apa," cerita Nusi.

Nusi berpendapat bahwa pada dasarnya museum juga memiliki korelasi yang kuat untuk menggenjot potensi sektor pariwisata. Sejak dibuka kembali usai tutup beberapa waktu karena pandemi COVID-19, Nusi mengatakan tingkat antusiasme masyarakat yang berkunjung mulai tinggi, terutama jika Museum Nasional menghadirkan acara-acara khusus.
Suasana Ruang ImersifA di Museum Nasional, Jakarta. (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)


Ruang ImersifA sendiri sejak dibuka gratis pada pekan lalu (2/4) usai peresmian, Nusi mengatakan terjadi animo yang tinggi dari masyarakat yang berkunjung ke Ruang ImersifA, bahkan terbagi hingga 10 kali sesi dalam sehari.

Kehadiran wahana baru Ruang ImersifA diharapkan dapat membantu pengunjung, terutama generasi muda, agar mendapatkan pengetahuan budaya dengan cara yang menyenangkan sehingga memiliki kesadaran dan pemahaman terhadap kekuatan budaya Indonesia.

"Saya, sih, berharap Ruang ImersifA ini bisa menjadi ruang imajinasi untuk pengunjung, bisa menyenangkan hati pengunjung, membuat mereka bahagia. Keluar dari sini mereka gembira," pungkas Nusi.

Baca juga: Edukator museum harapkan anak muda di Indonesia tetap kunjungi museum

Baca juga: Kemendikbudristek: Tak mudah pamerkan koleksi sejarah pada publik

Baca juga: Galeri Nasional dan Museum Nasional gelar acara virtual

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022