Jakarta (ANTARA) - Pemerintah terus berupaya membangun jaringan telekomunikasi agar merata di seluruh Indonesia guna percepatan transformasi digital. 

Penyediaan jaringan telekomunikasi  dan akses internet tidak hanya berfokus pada wilayah urban, tetapi juga ke pelosok  desa serta wilayah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T).

Sebanyak 12.548 dari 83.500 desa dan kelurahan di Indonesia masih blank spot. Sementara dari 12.548 desa dan kelurahan yang masih blank spot itu, ada 9.113 desa dan kelurahan yang berada di wilayah 3T.

Blank spot adalah lokasi yang belum mendapatkan akses jaringan telekomunikasi, atau belum terlayani  oleh menara telekomuikasi dan perangkatnya yaitu  Base Transceiver Station (BTS).

Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Komunikasi Politik Phillip Gobang di Jayapura, Selasa (23/8), mengatakan bahwa 56 persen wilayah 3T dan perbatasan itu terdapat di Indonesia bagian Timur, termasuk Papua.

Dengan banyaknya blank spot di wilayah Indonesia bagian Timur termasuk Papua, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur (NTT),  dapat berpotensi menghambat kemajuan sosial ekonomi masyarakat di wilayah tersebut.

Oleh karena itu, pemerintah bertekad 12.548 wilayah blank spot tersebut sudah terlayani jaringan 4G pada akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)
 
Jaringan 4G adalah adalah generasi keempat dari teknologi telepon seluler (fourth generation technology). 4G merupakan pengembangan dari teknologi 2G dan 3G. Pada sistem 4G menyediakan jaringan pita lebar ultra untuk berbagai perlengkapan elektronik, contohnya ponsel cerdas dan laptop menggunakan modem USB.

Salah satu upaya pemerintah, sejak 2020, Kementerian Komunikasi dan Informatika mendorong akselerasi pembangunan infrastruktur digital wilayah 3T di 9.113 desa dan kelurahan, melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI).

Sedangkan operator seluler mempunyai tanggung jawab menyelesaikan permasalahan jaringan seluler di 3.435 desa dan kelurahan lainnya dengan ikut membangun infrastruktur  digital. Sebab, 3.435 desa dan kelurahan yang masih blank spot itu merupakan wilayah  komersial operator-operator seluler tersebut.

Pembagian tugas dan tanggung jawab itu yang menandai dimulainya pembangunan infrastruktur digital jaringan pita lebar (mobile broadband) 4G secara masif di seluruh Indonesia, termasuk di Papua.

Sampai saat ini, berdasarkan data dari aptika.kominfo.go.id, sudah lebih dari 5.000 menara base tranceiver station (BTS) yang dibangun di Papua.

BTS adalah sebuah infrastruktur telekomunikasi yang memfasilitasi komunikasi nirkabel antara peranti komunikasi (seperti telepon seluler) dan jaringan operator penyedia jaringan internet.

Kementerian Komunikasi dan Informatika menargetkan di wilayah Papua, Papua Barat, dan seluruh provinsi yang ada di Pulau, dalam dua tahun ke depan bisa terhubung dengan jaringan telekomunikasi 4G.

Namun demikian, pembangunan BTS tersebut masih belum mencukupi untuk pemerataan akses layanan internet yang cepat di wilayah 3T. Sebab, membangun
infrastruktur digital di Papua itu mempunyai tantangan yang tidak kecil. 

Tantangan itu, pertama, dari segi geografis di Papua ada gunung dan lembah, serta jaraknya jauh, sehingga sarana transportasi andalan di sana masih melalui udara. Kedua, dari segi keamanan juga masih mengalami tantangan.

Mengorbitkan Satria

Dengan demikian, sisa titik layanan publik perlu dilayani dengan pengadaan satelit telekomunikasi. Pada tahun 2023, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga berkeinginan mengorbitkan Satelit Republik Indonesia (Satria) agar akses internet pada masa yang akan datang bisa langsung terhubung lewat satelit.

Kontrak kerja sama konstruksi Satria terjalin antara PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) dengan perusahaan asal Perancis, Thales Alenia Space (TAS) pada 3 September 2020, dengan nilai kontrak konstruksi satelit Satria sekitar 550 juta dolar AS atau mencapai Rp8 triliun.

Satria yang mempunyai kecepatan (rate) transfer data tingkat tinggi (high throughput satellite/HTS) untuk Indonesia itu saat ini tengah dalam proses perakitan di Prancis oleh TAS.

Teknologi HTS memungkinkan kecepatan akses data bisa menembus 100 Gigabit per detik (Gbps). Satelit berteknologi HTS juga mampu memancarkan beragam frekuensi pada Ka-Band, Ku-Band, maupun C-Band.

Setelah proses tersebut selesai, di kuartal II Tahun 2023, satelit tersebut akan diluncurkan menggunakan layanan roket peluncur SpaceX (Falcon 9) di Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat. Satria diharapkan bisa aktif beroperasi komersial pada kuartal IV tahun 2023.

Satria adalah satelit milik pemerintah yang nanti kerja samanya dilakukan dengan mitra swasta pemerintah yakni operator seluler yang beroperasi di Indonesia.

Adapun satelit pengendali utamanya di Bumi disiapkan di kawasan Cikarang, Jawa Barat. Sementara itu, 11 kota juga disiapkan untuk memiliki stasiun pengendali yang lebih kecil.

Rencananya transmisi dari satelit Satria yang memiliki kapasitas hingga 150 Gbps itu digunakan pemerintah untuk menyediakan akses internet ke 150.000 titik layanan publik yang belum tersedia akses internet dari total 501.112 titik layanan publik di Indonesia.

Titik layanan publik tersebut terdiri dari 93.900 titik fasilitas pendidikan, 47.900 titik kantor pemerintah daerah,  3.900 titik markas polisi dan TNI, dan 3.700 titik
puskesmas.

Dengan investasi yang besar dari pemerintah maupun operator (swasta) untuk membangun infrastruktur digital, baik yang di darat melalui BTS atau kabel fiber optik maupun di udara melalui satelit, maka kekuatan perekonomian Indonesia harus sudah siap memanfaatkan infrastruktur itu untuk bertumbuh dengan baik.

Saat ini, kekuatan ekonomi nasional Indonesia itu justru masih ada di koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), yang menopang lebih dari 60 persen perekonomian nasional.

Bahkan, pelaku UMKM memberikan sumbangan 60 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dan 97 persen serapan tenaga kerja nasional.

Kalau setiap UMKM bisa memastikan dirinya masuk ke ekosistem digital, perekonomian Indonesia tentu bisa memiliki kekuatan yang besar di masa depan.

Sebaliknya, jika ekosistem digital tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi sosial ekonomi masyarakat, bisa menjadi sia-sia infrastruktur digital yang nanti dibangun.

Oleh karena itu, Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia dan kegiatan lainnya di Papua perlu mendorong UMKM masuk ke dalam ekosistem digital menjadi sangat penting. Harapannya, pembangunan infrastruktur digital yang dicanangkan nanti tidak menjadi sia-sia.

Kegiatan seperti Gernas BBI di Papua penting untuk mencerahkan masyarakat tentang bagaimana cara yang benar untuk memanfaatkan infrastruktur digital. Mereka harus menumbuhkan usaha-usaha ekonomi kreatifnya melalui ekosistem digital.

Kita semua tentu berharap bahwa di akhir pemerintahan Kabinet Indonesia Maju, seluruh desa dan kelurahan sudah tersedia layanan sinyal 4G.  "No one will be left behind, tidak akan ada yang tertinggal".

 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022