Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan kebiasaan adat dan bimbingan pranikah jadi kendala menurunkan angka prevalensi stunting di Provinsi Bali.

“Bali masih menghadapi kendala dalam upaya mempercepat pencapaian target menurunkan prevalensi stunting, terutama untuk mencegah lahirnya bayi stunting baru. Kendala itu terkait adat dan kebiasaan dalam pernikahan,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Hasto menyayangkan adanya dua kendala tersebut, karena sebenarnya Bali memiliki angka stunting terendah di Indonesia, yakni 10,9 persen. Rata-rata angka kelahiran total (TFR) pun berada pada angka 1,9. Jauh dari angka TFR nasional yang masih 2,24 persen.

Baca juga: Pemkot Denpasar-Bali gandeng Majelis Desa Adat cegah stunting

Pernyataan Kepala BKKBN dibenarkan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra yang mengatakan bahwa calon pengantin di Bali tidak bisa mendapatkan bimbingan pranikah untuk pencegahan stunting, karena adanya perbedaan pada kebiasaan adat di Bali yang mewajibkan pelapor pernikahan melapor terlebih dahulu kepada desa adat. Akibatnya, para pembimbing tidak langsung dapat mengetahui siapa saja pasangan yang akan menikah.

Para pasangan sering mendapatkan bimbingan ketika sudah melangsungkan pernikahan atau sesudah ibu melahirkan.

Meski demikian, Dewa mengaku pemerintah telah mengatasi kendala tersebut dengan melakukan pertemuan bersama Desa Adat dan para pemuka agama. Kampanye percepatan penurunan stunting yang dikolaborasikan dengan Komisi IX DPR-RI dan BKKBN serta Pemerintah Kabupaten Buleleng harus terus digencarkan.

"Kita berharap penanganan stunting ini melibatkan Majelis Desa Adat dan pemuka agama. Sudah kita lakukan. Supaya betul-betul bimbingan kita bisa sampai kepada masyarakat kita sebelum mereka menikah," ujar Dewa.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (P3AKB) Kabupaten Buleleng Nyoman Riang Pustaka mengatakan skrining sebelum menikah bisa dijadikan kebiasaan baru bagi masyarakat Bali.

Sebab, pemeriksaan calon pengantin belum membudaya di tengah masyarakat Bali yang mayoritas memeluk Hindu. Hal itu berbeda dengan umat agama lain yang memiliki kursus bagi calon pengantinnya.

Baca juga: Putri Koster ajak masyarakat Bali bersinergi perangi stunting

Baca juga: BKKBN-Badan Pangan Nasional teken MoU dengan 6 lingkup cegah stunting

Baca juga: BKKBN dorong penurunan kekerdilan di 12 provinsi prioritas


Ia menekankan deteksi kesehatan pada tiap calon pengantin sangat bermanfaat untuk mewujudkan keluarga berkualitas melalui peningkatan pengetahuan orang tua, sejak sebelum bayi dilahirkan.

"Bagi pasangan calon pengantin saya harap tiga bulan sebelumnya melapor dulu ke aparat desa agar diperiksa kesehatannya. Mari jadikan budaya. Dimulai dari Dencarik," ucapnya.

Direktur Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) BKKBN, Eka Sulistia Ediningsih meminta setiap orang tua mulai memanfaatkan akun media sosial masing-masing untuk mengampanyekan sekaligus menambah wawasan terkait pentingnya pencegahan stunting.

“Meski Bali prevalensi stuntingnya jauh di bawah rerata nasional, bukan berarti masyarakat Bali boleh lengah. Upaya antisipasi harus tetap ada, bila perlu sampai nol kasus," kata Eka.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022