San Salvador (ANTARA) - Tindakan Presiden El Salvador Nayib Bukele yang memerangi geng-geng kriminal bisa membuat penjara di negara itu penuh dan bahkan memicu kekerasan balasan dari pelaku kejahatan, menurut laporan Kelompok Krisis Internasional (ICG), Selasa.

Setelah angka pembunuhan mencetak rekor pada Maret, Bukele meminta Kongres untuk menyetujui pemberlakuan keadaan pengecualian (state of exception) yang memungkinkan negara bertindak tanpa dibatasi oleh hukum.

Pemberlakuan itu akan dipakai untuk menumpas geng-geng kejahatan yang telah menggerogoti negara Amerika Tengah itu selama beberapa dasawarsa.

Langkah tersebut didukung oleh mayoritas penduduk El Salvador.

Sejak pemerintah mengambil tindakan tegas, polisi dan militer telah menangkap lebih dari 53.000 orang yang diduga anggota geng dan para kolaboratornya.

Tindakan itu memicu kecaman dari kelompok-kelompok pembela HAM karena dinilai telah membuat penjara kelebihan kapasitas, melanggar hak asasi seperti penyiksaan, dan kematian sekitar 80 orang dalam tahanan.

Bagi ICG, kebijakan tangan besi itu bisa menciptakan "efek bumerang".

Mereka mengatakan keadaan genting dan penangkapan tanpa aturan dapat memicu ketegangan, menimbulkan kerusuhan di penjara, pelarian, dan aksi balasan dari anggota geng lainnya.

"Di luar konsekuensi finansial, kemanusiaan dan reputasi karena populasi penjara meningkat lebih dari dua kali lipat, kebijakan itu dapat mendorong kebencian," kata ICG. 

"Dan mungkin balasan dari geng kriminal yang tak melihat ada jalan lain untuk kembali ke masyarakat yang taat hukum," ujar lembaga swadaya masyarakat yang berpusat di Brussels itu, menambahkan.

Pemerintah El Salvador, yang sedang mendirikan sebuah penjara sangat besar untuk menampung 40.000 tahanan, belum menanggapi permintaan untuk berkomentar.

Sejak Bukele menjadi presiden pada Juni 2019, angka pembunuhan di negara itu berkurang lebih dari separuhnya.

Tahun lalu, media melaporkan bahwa penurunan itu tercapai sebagian karena pertemuan-pertemuan rahasia antara pemerintah dan kepala-kepala geng yang dipenjara.

Banyak geng kriminal di negara itu berasal dari Amerika Serikat. Mereka bermigrasi ke AS selama perang sipil El Salvador pada 1979-1992.

Deportasi massal di AS lalu membuat mereka kembali ke El Salvador dan negara lain di kawasan itu, wilayah tempat geng-geng mengendalikan perdagangan narkoba dan pemerasan.

Pemerintah El Salvador memperkirakan lebih dari 70.000 orang menjadi anggota kelompok Mara Salvatrucha dan pesaingnya, Barrio 18, serta geng-geng kriminal lain yang lebih kecil.

Sumber: Reuters

Baca juga: Kerusuhan di penjara Kolombia tewaskan 49 narapidana

Baca juga: Kasus positif COVID-19 meningkat di penjara Kolombia
 

Seniman pertunjukan di El Salvador gelar aksi bersama perangi COVID-19

Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2022