Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko menyatakan pihaknya akan mengsinkronisasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) agar mengakomodir hubungan pekerja industrial.

Menurut Moeldoko hal itu ditujukan agar RUU PPRT tidak tumpang tindih dengan UU lain yang ada, demikian disampaikan dalam jumpa pers selepas rapat penyempurnaan RUU PRT oleh Kantor Staf Presiden RI (KSP) di Gedung Bina Graha, Jakarta, Selasa.

"Karena ada UU Kekerasan Seksual, (UU) Perlindungan Anak, (UU) Perdagangan Orang, KDRT, dan seterusnya. Akan kita sinkronisasi sehingga UU PPRT mengakomodir hubungan pekerja industrial," katanya.

Untuk itu Moeldoko juga mengutarakan perlunya pembedaan antara rumusan pekerja yang berkenaan aspek sosiokultural dengan pekerja berdasarkan hubungan industrial.

"Ini harus clear karena berkaitan dengan unsur-unsur bisnis yang sosiokultur berkaitan membantu kekerabatan. Nanti akan diatur dengan baik," ujarnya.

Moeldoko mengungkapkan sebelum rapat penyempurnaan RUU PPRT digelar, pada Selasa pagi KSP sempat menerima seorang pekerja rumah tangga yang menjadi korban kekerasan fisik, pelecehan fisik, dan pengurangan gaji.

Menurut Moeldoko KSP telah melakukan pendampingan kepada yang bersangkutan terutama untuk kebutuhan penanganan medis di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.

"Intinya yang bersangkutan ingin sampaikan kepada penyusun RUU ini (agar) semakin giat. Tujuannya RUU bisa cepat diselesaikan dan tidak ada lagi korban seperti ini," tutup Moeldoko.

KSP diketahui sebelumnya telah membentuk Gugus Tugas Percepatan Pembahasan RUU PPRT yang melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dam Kebudayaan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, Kejaksaan RI dan Kepolisian RI.

Sementara itu Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej pada akhir September lalu sempat menyampaikan bahwa pembahasan RUU PPRT oleh pemerintah akan dilakukan setelah RUU itu disahkan di paripurna sebagai inisiatif DPR RI.

"Kita pemerintah pasif, kita baru bisa membahas RUU itu secara prosedural jika DPR telah mengesahkan itu di paripurna sebagai inisiatif DPR," ujar Edward.

Secara prosedur, lanjut dia, pemerintah juga tidak dapat melakukan intevensi untuk mendorong DPR agar RUU PPRT itu segera diparipurnakan.

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022