Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) Adrian Gunadi berpendapat bahwa fundamental bisnis memiliki pengaruh besar terhadap keberlanjutan (sustainibility) perusahaan teknologi finansial (tekfin/fintech).

Hal ini menyusul gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang masih belakangan ini marak di kalangan perusahaan rintisan (startup). Tekfin pun tak luput dari ancaman tersebut.

Baca juga: AFPI ingatkan agar tak mudah tergiur penawaran pinjol melalui sms

"Kita melihatnya PHK di fintech ada kaitannya dengan pelaku bisnis yang melihat hubungan antara revenue dan cost. Kalau memang merasa atau dirasa cost-nya terlalu tinggi dan revenue-nya tidak menutupi, maka tentu ada beberapa langkah yang dilakukan. Nah, saya rasa keputusan untuk melakukan PHK pun ada di keputusan manajemen yang sudah melakukan analisa secara mendalam," kata Adrian saat ditemui di Jakarta, Senin.

Lebih lanjut, jika dilihat dari fundamental bisnis pelaku peminjaman secara daring (fintech lending), Adrian menilai penting bagi perusahaan untuk memiliki segmen pasar yang jelas, dan upaya kolaborasi dengan berbagai pihak dan pemangku kepentingan terkait guna menurunkan angka akuisisi.

"Kalau tidak bekerja sama dengan ekosistem, maka biaya akuisisinya pasti akan lebih mahal. Kita melihat fintech lending harus kolaborasi dengan ekosistem, baik itu ekosistem digital, sesama fintech, hingga lembaga jasa keuangan dan perbankan. Sehingga, funding tak hanya bergantung dari retail, tapi juga funding institusi dari perbankan, multifinance, dan sebagainya," ujar dia.

Baca juga: AFPI : Pinjol ilegal beri dampak negatif dan rusak industri fintech

Bicara soal perkembangan industri fintech lending, Adrian mengatakan, industri ini didorong oleh tingginya kesenjangan kredit (credit gap) di Indonesia yang mencapai Rp1.650 triliun per 2018. Angka ini khususnya di kalangan masyarakat unbanked dan underserved.

"​Industri fintech lending terbukti dapat memberikan kemudahan layanan finansial di tengah masih banyaknya masyarakat Indonesia masih masuk ke dalam kategori unbanked," kata dia.

Hingga September 2022 saja, industri ini berhasil mencatatkan agregat penyaluran pendanaan mencapai Rp455 triliun yang disalurkan oleh 960.396 pemberi pinjaman (lender) kepada 90,21 juta penerima pinjaman (borrower).

Selain itu, ia menambahkan pertumbuhan ini juga perlu dibarengi dengan sinergi ekosistem, serta edukasi dan literasi keuangan digital yang aman bagi masyarakat.

"Ini adalah bukti nyata kontribusi fintech lending dalam meratakan inklusi keuangan di Indonesia," kata Adrian.


Baca juga: AFPI sebut kaum muda jadi mayoritas peminjam di aplikasi pinjol

Baca juga: AFPI gandeng TekenAja! dalam penyediaan tanda tangan elektronik

Baca juga: AFTECH optimistis industri fintech tetap bertumbuh di 2023

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022