diharapkan jalur itu sudah bisa dilewati pada tahun 2023.
Padang (ANTARA) - Suara terdengar asing menyeruak sayup-sayup dari kesunyian hutan di perbatasan Rimbo (rimba) Sariak Bayang Alahan Panjang, Kabupaten Solok, dan Rimbo Cubadak Randah, Nagari Muaro Aia, Kecamatan IV Nagari Bayang Utara, Kabupaten Pesisir, Sumatera Barat.

Makin lama suaranya terdengar makin keras, menggema. Berkelindan dengan suara tonggeret jantan yang tengah asik menebar pesona pada betinanya.

Bagi masyarakat Nagari (desa) Bayang Utara, suara asing itu adalah hal yang aneh. Perbatasan rimba perawan itu masuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) sehingga jarang sekali terdengar suara, selain nyanyian binatang hutan.

Namun perasaan aneh itu terjawab saat sejumlah pejabat dari Kabupaten Pesisir Selatan dan Pemprov Sumbar pada medio Oktober lalu ramai-ramai menunggu di mulut hutan. Lengkap dengan tari pasambahan, tarian penyambut tamu agung di Ranah Minang.

Mereka menyambut rombongan Gubernur Sumbar Mahyeldi dan puluhan pejabat terkait yang ikut meninjau kondisi jalan tembus Alahan Panjang-Bayang menggunakan sepeda motor trail. Jalan yang belum kunjung selesai dibangun sejak dimulai pengerjaannya pada 2011 atau 11 tahun lalu.

Ada 8 kilometer dari total panjang 52 kilometer yang belum selesai dikerjakan. Delapan kilometer itu masih jalan tanah, yang berlumpur setinggi lutut jika disiram hujan.

Tidak heran bila rombongan itu harus memacu adrenalin selama 8 jam untuk bisa melewati jalur yang dihiasi sejumlah tanjakan dan turunan mengikuti kontur tanah Bukit Barisan itu. Rombongan juga harus beberapa kali melintasi sungai kecil yang belum dilengkapi jembatan.

Maka tak heran pula saat muncul dari mulut hutan, kaki Gubernur Mahyeldi berluluk-luluk (berlumpur), layaknya petani keluar dari sawah. Beberapa orang ada yang terluka dan harus mendapatkan perawatan ringan. Bahkan ada yang harus dijemput, dievakuasi dari rimba karena tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan dengan sepeda motor trail.

Jalan sepanjang 52 kilometer itu memang sangat vital karena sebagai urat nadi perekonomian yang menghubungkan Pesisir Selatan di Pantai Barat Sumatera dengan dataran tinggi Kabupaten Solok.

Akses jalan itu akan memperpendek jarak antara dua kabupaten dari awalnya sekitar 139 kilometer dengan waktu tempuh normal 3,5 jam menjadi 52 kilometer dengan waktu tempuh hanya sekitar 30 menit.

Jamaknya kawasan daerah pantai, Pesisir Selatan merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi perikanan laut yang luar biasa. Daerah itu juga menjadi salah satu sentra budi daya ikan kerapu, jenis ikan yang jarang dikonsumsi masyarakat dataran tinggi Sumbar karena termasuk langka di pasar daerahnya.

Adapun Alahan Panjang kaya dengan sayur mayur dan komoditas perkebunan yang juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat pesisir.

Selama ini hubungan ekonomi antara dua kabupaten sulit terwujud. Jaraknya memang hanya 139 kilometer. Dengan waktu normal butuh 3,5 jam. Namun itu jika waktu normal. Persoalannya, waktu normal itu hanya perhitungan matematis. Faktanya jarak itu kadang harus ditempah dalam waktu 5-6 jam karena harus melewati jalur ekstrem Sitinjau Lauik yang sering macet karena longsor atau terhambat truk rusak yang melintangi jalan.


Mendongkrak perekonomian

Karena itu, akses jalan yang membelah TNKS itu menjadi sangat vital untuk mendongkrak perekonomian dua daerah secara khusus dan Sumbar secara umum. Namim, karena harus melewati hutan konservasi di TNKS maka perizinannya sangat rumit.

Waktu 11 tahun memperlihatkan rumitnya perizinan itu. Prosesnya maju-mundur. Dalam jangka waktu lebih dari satu dekade itu belum ada kendaraan yang bisa melintas kecuali sepeda motor trail.

Gubernur Mahyeldi menyebut areal kawasan hutan Sumbar yang luasnya mencapai 2.286.883 hektare pada satu sisi adalah sebuah berkah bagi daerah. Manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat provinsi itu, tetapi juga oleh masyarakat global karena salah satu fungsinya adalah sebagai paru-paru dunia.

Namun di lain sisi, kawasan hutan juga menjadi hambatan bagi Sumbar untuk berkembang. Banyak sumber daya alam yang terkubur di hutan-hutan yang tidak bisa dikelola karena terbentur aturan. Padahal merujuk pada banyak literatur, Sumbar adalah salah satu provinsi dengan potensi emas yang kaya.

Merujuk Jurnal Georaflesia berjudul Potensi Sumber Daya Mineral Logam Dan Non Logam di Provinsi Sumatera Barat oleh Adella Mishale Rieshapsari, Muhammad Zainul Mafakhir, Noor Muhammad Rieziq, Salsabila Nail Adila, Tiya Anisa Putri, Welly Sasongko, dan Muzani Jalaluddin, yang dipublikasikan pada 15 Juni 2020, Sumbar memiliki kekayaan potensi sumber daya daya mineral logam dan nonlogam.

Disebutkan, Sumbar adalah salah satu provinsi yang terletak di sebelah barat Pulau Sumatera yang dihasilkan dari adanya interaksi antara Lempeng Samudera Hindia dengan Lempeng Benua Eurasia. Struktur yang terdapat di Sumatera Barat adalah struktur lipatan (antiklinorium) dan struktur sesar yang memiliki arah umum barat-laut tenggara.

Dilihat dari keadaan geologi yang sedemikian rupa maka potensi barang tambang di Provinsi Sumbar sangat melimpah. Barang tambang yang berada di Sumatera Barat terdapat 3 golongan: A, B, dan C. Salah satu jenis barang tambang yang memiliki potensi besar di Sumatera Barat yaitu emas (Au), disusul dengan adanya timah hitam (Pb), seng (Zn), mangan (Mn), batu bara, batu besi, batu galena, dan masih banyak jenis yang lainnya.

Jangankan untuk mengelola kekayaan potensi itu, untuk membuka jalan saja sulitnya tidak terbayangkan. Butuh 1 dekade lebih untuk bisa membangun satu ruas jalan penghubung antara dua kabupaten yang panjangnya hanya 52 kilometer.

Maka tidak heran bila dalam beberapa agenda nasional, Gubernur Sumbar Mahyeldi lantang menyuarakan kompensasi bagi daerah penjaga paru-paru dunia seperti Sumbar. Tidak adil bagi daerah yang dipuji-puji dunia sebagai penjaga hutan, tapi masyarakatnya miskin, tidak bisa mengolah sumber daya alam di "halaman" sendiri.

"Kalau memang dunia butuh hutan Sumatera Barat untuk paru-paru, sudah pantas bila dunia memberi kompensasi pada masyarakat Sumbar," tegasnya.

Setidaknya untuk membuka jalan, diberikan kemudahan karena fungsinya semata-mata untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.

Pembangunan jalan tembus Alahan Panjang-Pasar Baru Bayang itu juga menghadapi tantangan yang sama. Beberapa titik terdapat dalam kawasan hutan konservasi Suaka Margasatwa Arau Hilir sehingga pengerjaan jalan tersebut tidak kunjung kelar meski telah dimulai pada 2011.

Akhirnya pada tahun 2022 proses pinjam pakai hutan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu rampung hingga pembangunan untuk 8 kilometer yang tersisa bisa dilanjutkan.

Dengan anggaran sebesar Rp31 miliar untuk menyelesaikan pengerjaan fisik, diharapkan jalur itu sudah bisa dilewati pada tahun 2023.

Dengan demikian perekonomian dua daerah akan makin menggeliat dan harga juga bisa ditekan karena biaya transportasi telah terpangkas. Hal itu diharapkan juga akan berefek menurunkan angka inflasi dari komponen bahan pokok.

Sekretaris Daerah Pesisir Selatan Mawardi Roska tidak menampik bahwa jalan tembus itu merupakan salah satu mimpi masyarakat Pesisir Selatan sejak 1 dekade lalu.

Dengan jalan itu, perdagangan antara dua daerah akan memberikan efek langsung secara ekonomi masyarakat. Selain itu juga akan mendorong pertumbuhan sektor pariwisata yang saat ini menjadi salah satu unggulan dari Pesisir Selatan.

 



Editor: Achmad Zaenal M
 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022