Untuk program berkaitan ketahanan pangan
Jakarta (ANTARA) - Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan anggaran Rp10 triliun untuk bantuan sosial (bansos) sebagai bentuk antisipasi potensi dampak resesi ekonomi pada 2023.

"Untuk program berkaitan ketahanan pangan," kata Penjabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono usai menghadiri rapat paripurna pengesahan RAPBD 2023 menjadi peraturan daerah di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa.

Pemprov DKI mengalokasikan anggaran tersebut untuk sejumlah program bantuan sosial di antaranya penyaluran pangan murah, subsidi pangan murah dan Kartu Jakarta Pintar.

Kemudian, Kartu Lansia Jakarta, bantuan untuk penyandang disabilitas atau Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta (KPDJ), Kartu Anak Jakarta (KAJ), bantuan operasional sekolah, hingga dalam rangka mendorong kualitas pendidikan lebih baik di Jakarta.

Selain itu, Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) bagi peserta didik di seluruh jenjang, serta penyaluran bantuan di bidang kesehatan, tenaga kerja, pariwisata.

Baca juga: DKI bentuk tim sisir data bansos KJP

Program mengatasi dampak resesi ekonomi pada 2023 merupakan satu dari tiga prioritas selain menanggulangi banjir dan kemacetan.

Adapun besaran APBD DKI Jakarta 2023 yang baru disahkan tersebut mencapai Rp83,78 triliun.

Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan APBD 2022 sebesar Rp82,47 triliun.

Adapun rincian alokasi dalam APBD 2023 yaitu Pendapatan Daerah sebesar Rp74,38 triliun dan Penerimaan Pembiayaan sebesar Rp9,40 triliun.

Sementara itu, Belanja Daerah sebesar Rp74,61 triliun dan Pengeluaran Pembiayaan sebesar Rp9,16 triliun.

Baca juga: Pemprov DKI lanjutkan program Kartu Pekerja Jakarta

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta pada Maret 2022, jumlah penduduk miskin di Ibu Kota bertambah 3.750 orang menjadi total 502 ribu orang atau sekitar 4,69 persen dari total jumlah penduduk Jakarta.

Jumlah penduduk Jakarta sesuai hasil sensus penduduk 2020 sebanyak 10,5 juta orang.

BPS DKI mencatat bertambahnya jumlah penduduk miskin ini di antaranya disebabkan penurunan daya beli masyarakat karena dampak pandemi COVID-19.

Adapun BPS melakukan survei kemiskinan selama dua kali dalam satu tahun yakni periode Maret dan September.

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2022