Bagian akhir dari "Babylon" ini merupakan bagian yang paling eksperimental Chazelle
Diego Calva dalam film "Babylon" (2022) karya sutradara Damien Chazelle. (ANTARA/HO-Paramount Pictures)

​​​​Chazelle benar-benar mengemas "Babylon" dengan sangat menarik di mana kita bisa mengikuti perpindahan para karakter itu beserta set melalui pergerakan kamera dan pacuan latar musik yang terkadang cepat, bahkan terkadang lambat atau sama sekali hening. Lewat "Babylon", Chazelle juga seolah menyajikan berbagai genre yang walau tampak tak konsisten namun memikat, mulai dari rangkaian komedi yang terkadang gelap hingga aksi-thriller yang ditunjukkan saat Manny dan rekannya dikejar-kejar komplotan gangster eksentrik yang dipimpin James McKay.

Tak melulu soal dinamika aktor dan set, lewat "Babylon", Chazelle juga bermain dengan montase-montase film yang datang dari beberapa masa. Ini bisa kita saksikan saat Manny mengunjungi bioskop pada 1950-an––bertahun-tahun usai dia meninggalkan Hollywood dan rekan-rekannya satu per satu wafat mulai dari Nellie hingga Conrad.

Baca juga: Melawan kekuatan iblis jahat dalam film "The Offering"

Saat itu Manny menonton "Singin' in the Rain" (1952), sebuah film yang menggambarkan Hollywood di akhir 1920-an. Selama menonton, Manny terpukau sekaligus seluruh perasaannya berkecamuk. Dan montase-montase film dari masa ke masa dimunculkan Chazelle, membawa kita––barangkali juga Manny––menyusuri spektrum dari hitam putih ke komponen warna RGB. Bahkan, Chazelle tak segan-segan menampilkan cuplikan film "Avatar" yang notabene berasal dari era sekarang.

Nyatanya "Babylon" tak hanya memotret transisi Hollywood dari era film bisu ke film berbicara. "Babylon" juga menangkap transisi dunia perfilman dari layar hitam-putih ke layar berwarna, bahkan hingga komponen warna diciptakan dari teknologi abad ini melalui montase-montase itu.

Bagian akhir dari "Babylon" ini merupakan bagian yang paling eksperimental Chazelle dari yang mampu menghipnotis kita sebagai penonton. Montase-montase itu seperti gambaran klimaks dari ledakan demi ledakan di industri Hollywood. Walau Manny menangis saat kilas balik ke era kejayaannya pada 1920-an dan 1930-an, dia pun pada akhirnya tersenyum seperti menyimpan harapan dan keyakinan terhadap dunia perfilman Hollywood. "Babylon" ditutup dengan manis oleh Chazelle.

"Babylon" kini bisa anda nikmati di bioskop-bioskop di Indonesia.

Baca juga: "Wolf Pack" kisahkan pasukan khusus bayaran anti-teroris

Baca juga: Meneguhkan keyakinan lewat film "Jalan yang Jauh Jangan Lupa Pulang"

Baca juga: "Autobiography", kisah gelap namun sarat makna

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2023