Dallas (ANTARA) - Pria yang menembak mati delapan orang di pusat perbelanjaan Dallas beberapa waktu lalu adalah adalah simpatisan neo-Nazi, tapi melakukan aksinya secara acak tanpa melihat ras, usia atau jenis kelamin, kata otoritas Texas, Selasa (9/5).

Pihak berwenang juga mengungkapkan fakta baru terkait latar belakang pelaku.

Menurut mereka, pria tersebut dikeluarkan dari pelatihan dasar tentara Amerika Serikat 15 tahun lalu, pernah bekerja sebagai anggota satpam, dan mengalami gangguan mental yang tidak disebutkan secara terperinci.

Tersangka diidentifikasi sebagai Mauricio Garcia (33 tahun) yang melepaskan tembakan senjata jenis senapan AR-15 pada Sabtu (6/5) pekan lalu di dalam mal Allen Premium Outlets yang ramai di Allen, Negara Bagian Texas.

Hank Sibley, direktur Departemen Keamanan Publik Texas, mengatakan aksi pembantaian tersebut berakhir empat menit kemudian ketika seorang polisi menembak Garcia sehingga berhasil mencegah lebih banyak orang menjadi korban. 

Sibley tidak mengungkapkan identitas polisi tersebut.

Delapan pengunjung mal terbunuh dalam serangan brutal itu, termasuk tiga anak-anak yang terdiri atas dua anak perempuan bersaudara dan seorang anak laki-laki berusia tiga tahun yang berasal dari keluarga berbeda.

Orang tua anak-anak tersebut ikut jadi korban.

Selain itu, sepuluh orang lainnya yang berusia antara 5 tahun sampai 61 tahun mengalami luka-luka.

Pihak penyelidik menemukan tiga senjata api, termasuk senjata pembunuh, dari pelaku serta lima senjata lagi yang ada di kendaraan miliknya. Menurut Sibley, Garcia memiliki delapan senjata yang didapatkan secara tidak sah.

"Ada pertanyaan besar yang belum terjawab sekarang: apa motifnya? Mengapa ia melakukan ini? Kami belum tahu," kata Sibley dalam konferensi pers, sambil menambahkan bahwa Garcia beraksi sendirian.

Menurut Sibley dengan mengutip hasil penyidikan, pria tersebut adalah simpatisan gerakan neo-Nazi --berdasarkan tato serta pakaian yang digunakan.

"Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah penembakan tersebut bisa dikatakan sebagai aksi teroris domestik," katanya.

"Menurut saya, ia memilih target berdasarkan lokasi, bukan kelompok orang tertentu. Ia menembak secara acak, tidak pandang ras, usia, atau jenis kelamin," kata Sibley.

Penembak pernah terdaftar di ketentaraan pada 2008, tetapi dikeluarkan sebelum menyelesaikan pelatihan dasar karena "masalah kemampuan untuk melaksanakan tugas".

Garcia, yang sebelumnya tidak memiliki catatan kriminal sebelum penembakan pada Sabtu itu, pernah mendapatkan lisensi keamanan negara. Sejak lisensi tersebut kedaluwarsa, ia bekerja sebagai petugas satpam di beberapa perusahaan.

Dalam beberapa hari terakhir, banyak media yang melaporkan mengenai identitas pelaku yang diunggah di akun media sosialnya miliknya.

Unggahan-unggahan itu berhubungan dengan supremasi kulit putih, pemujaan terhadap Hitler, dan kecaman yang menjelek-jelekkan kelompok minoritas dan wanita.

Saat melakukan penembakan, Garcia mengenakan atribut bertuliskan "RWDS", simbol yang terkait dengan ekstremis sayap kanan, termasuk Proud Boys.

Menurut laporan beberapa media, RWDS dikenal sebagai singkatan dari "Pasukan Kematian Sayap Kanan".

Menurut laporan New York Times, beberapa pengamat menyatakan keyakinannya bahwa Garcia adalah keturunan Hispanik dan bulan lalu mengunggah sebuah pernyataan yang berbunyi "orang kulit putih dan Hispanik punya banyak kesamaan."

Sumber: Reuters

Baca juga: Sembilan orang tewas ditembak di mal di Texas

Baca juga: Penembakan di mal Texas, Biden desak Kongres AS larang senjata serbu


 

Jenazah WNI korban penembakan di AS tiba di rumah duka di Semarang

Penerjemah: Atman Ahdiat
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2023