Artinya, pasar di Arab Saudi sangat besar dan Indonesia berpotensi untuk terus meningkatkan ekspor produk farmasi dan tidak terbatas pada produk herbal saja
Jakarta (ANTARA) - Pasar produk jamu herbal asal Indonesia semakin terbuka lebar setelah ketertarikan perusahaan Arab Saudi Gulf Bird Trading Corporation (GBC) untuk melakukan impor.

Hal tersebut mengemuka pada pertemuan bisnis antara Atase Perdagangan (Atdag) Riyadh Gunawan dengan Managing Director Gulf Bird Trading Corporation (GBC) Saud Fahad Al Saud pada Sabtu (14/5) di Riyadh, Arab Saudi. Pertemuan bisnis tersebut merupakan upaya yang dilakukan Atdag Riyadh dalam mencari peluang untuk memperluas pasar produk herbal Indonesia di Arah Saudi.

"Dari hasil pertemuan bisnis, GBC berminat menjadi importir jamu herbal dari Indonesia. Saat ini, GBC menyuplai lebih dari 90 persen apotek di wilayah Arab Saudi yang mencapai lebih dari 2.000 cabang. Dengan banyaknya apotek yang disuplai GBC, diharapkan produk jamu herbal Indonesia akan semakin digemari dan dikenal masyarakat Arab Saudi," kata Gunawan melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Baca juga: BPOM harap obat berbahan alam kian berkembang

Menurut Gunawan, produk jamu herbal Indonesia makin diminati di pasar Arab Saudi karena masyarakatnya menggemari pengobatan dengan metode herbal tanpa mengesampingkan pengobatan dengan obat kimia. Arab Saudi juga merupakan asal mula sistem pengobatan herbal ala Nabi.

Arab Saudi mengimpor produk sejenis dari seluruh dunia pada 2022 sebesar 3,45 miliar dolar AS, 2021 sebesar 3,35 miliar dolar AS dan 2020 sebesar 3,36 miliar dolar AS.

"Nilai ini tumbuh tiga persen dalam tiga tahun terakhir. Artinya, pasar di Arab Saudi sangat besar dan Indonesia berpotensi untuk terus meningkatkan ekspor produk farmasi dan tidak terbatas pada produk herbal saja," kata Gunawan.

Negara pemasok obat-obatan ke Arab Saudi adalah Jerman, Amerika Serikat, Prancis, Irlandia, Denmark, Swiss, Swedia, Inggris, Italia, dan Belgia. Indonesia merupakan negara pemasok obat herbal nomor 84 nomor ke Arab Saudi di bawah Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Berdasarkan data statistik perdagangan, pada 2022, Indonesia mengekspor produk obat yang telah dicampur atau tidak dicampur untuk keperluan terapeutik atau profilaktik (medicaments consisting of mixed or unmixed products for therapeutic or prophylactic uses) yaitu sebesar 1,095 juta dolar AS, pada 2021 sebesar 796 ribu dolar AS dan pada 2020 sebesar 786 ribu dolar AS.

Duta Besar RI untuk Arab Saudi Abdul Aziz Ahmad mengatakan, GBC sangat aktif melakukan pendaftaran produk ke Saudi Food and Drug Authority (SFDA). Hal ini dikarenakan Arab Saudi mewajibkan produk makanan dan obat-obatan impor teregistrasi di SFDA.

Ketentuan tersebut termasuk mencantumkan tentang merek, jenis produk, komposisi, akta nutrisi, tanggal produksi, tanggal kedaluwarsa, dan berbahasa Arab.

"Untuk itu, GBC memastikan produk-produk impor yang diedarkan di Arab Saudi sudah teregistrasi dan memenuhi ketentuan yang berlaku," kata Abdul Aziz.

Berdasarkan data BPS yang diolah Kementerian Perdagangan (Kemendag), pada periode Januari-Maret 2023, total perdagangan nonmigas Indonesia dan Arab Saudi senilai 0,74 miliar dolar AS. Nilai ini naik 12,20 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2022 yang sebesar 0,66 miliar dolar AS.

Sementara itu, total perdagangan nonmigas pada 2022 sebesar 2,93 miliar dolar AS. Dari nilai tersebut, ekspor Indonesia ke Arab Saudi senilai 2,02 miliar dolar AS dan impor Arab Saudi ke Indonesia senilai 0,91 miliar dolar AS.

Baca juga: Mendag Zukifli siap dukung pasarkan jamu herbal ke luar negeri

Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023