Jakarta (ANTARA) -
Aktivis Nahdlatul Ulama (NU) Yenny Wahid mengatakan bahwa perempuan Indonesia masih memiliki beban ganda, dalam bidang politik misalnya saat menghadapi pemilihan umum (pemilu) di mana suara perempuan belum terwakili.
 
"Representasi perempuan itu belum terlalu terasa, apalagi kalau harus terjun bertarung dengan laki-laki dalam pemilu, karena perempuan masih menyandang beban ganda, di rumah dia masih mesti mengurusi anak, habis itu dia mesti turun lagi ke daerah pemilihan (dapil), belum lagi kalau nanti anaknya nangis," kata Yenny saat ditemui pada acara Sarasehan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Jakarta, Jumat.
 
Menurut Yenny, perlu ada afirmasi di dalam kebijakan pemerintah untuk memastikan bahwa perempuan tetap mendapatkan kuota dan difasilitasi dalam kursi parlemen.

Baca juga: Yenny Wahid minta komitmen aktor politik tak gunakan politik identitas
 
"Perlu ada affirmative action dengan menambahkan kuota untuk perempuan, tetapi, tidak berhenti hanya pada saat pencalegan, posisi di parlemennya sendiri juga seharusnya tetap 30 persen. Menurut saya begitu, baru akan lebih terasa keterlibatan perempuannya," kata dia.
 
Yenny mengatakan bahwa hanya perempuan yang bisa mewujudkan agenda-agenda dan kebijakan penting untuk memastikan rasa aman dan nyaman perempuan di ruang publik.
 
"Laki-laki nggak ngerti bahwa cuti haid itu diperlukan, bahwa ruang publik untuk ASI atau ibu yang laktasi itu diperlukan. Laki-laki kan nggak ngeh, hanya perempuan yang bisa memperjuangkan hal-hal semacam itu," ujar dia.

Baca juga: Yenny Wahid ajak alumni PPI lakukan gerakan sosial untuk masyarakat
 
"Perempuanlah yang mengerti bagaimana rasanya dilecehkan di kereta api, maka perlu misalnya gerbong khusus perempuan. Ini salah satu contohnya dalam kebijakan publik," tuturnya.
 
Menurut dia, keterlibatan perempuan dalam politik di Indonesia masih paradoks (seolah bertentangan dengan pendapat umum tetapi benar).
 
"Salah satu orang terkuat di Indonesia adalah seorang perempuan, ini secara politik kita bicaranya ya, tetapi di sisi lain, keterlibatan perempuan-perempuan lainnya, belum terlalu terepresentasikan di kancah politik, ini kan paradoks," katanya.
 
Oleh karena itu, kata dia, perlu ada kebijakan yang jelas dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan partai politik (parpol) terkait beban ganda perempuan dalam politik.

Baca juga: Yenny Wahid: NU Women langkah progresif NU sikapi isu-isu perempuan
 
"Semua hal di Indonesia, kuncinya di partai politik. Kalau partai politik mau menyokong kebijakan A, ya, jadi A. Tugasnya partai politik untuk mengusung itu semua, kalau pemerintah tidak mengesahkan, partai politik yang harus membuat inisiatif lewat wakilnya di DPR," katanya.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023