Kini jalan Microsoft untuk mengakuisisi Activision Blizzard menjadi mulus
Jakarta (ANTARA) - Raksasa teknologi Microsoft akhirnya dapat mengakuisisi pengembang gim Acvitision Blizzard setelah pengadilan AS menolak mosi Federal Trade Commission (FTC) yang menentang akuisisi senilai 69 milyar dolar AS (Rp 1 triliun) itu pada Selasa (11/7).

Sebelumnya, AS dan Inggris menjadi dua negara yang menentang kesepakatan terbesar yang pernah dilakukan Microsoft sekaligus transaksi terbesar dalam sejarah industri videogame itu.

Menurut FTC, jika akuisisi Activision Blizzard dapat dicapai maka Microsoft dikhawatirkan akan memanfaatkan konten gim milik Activision untuk melakukan monopoli yang membuat pengembang gim lain seperti Nintendo dan Sony kalah pada pasar industri gim.

Baca juga: Microsoft setop pembuatan game baru untuk Xbox One

Kini jalan Microsoft untuk mengakuisisi Activision Blizzard menjadi mulus setelah pengadilan AS memberikan izin. Sementara Inggris dilaporkan akan mempertimbangkan untuk mengizinkan akuisisi tersebut.

Menurut laporan Indian Express, Rabu (12/7) waktu setempat, hakim distrik Jacqueline Scott Corley di San Francisco menolak klaim FTC bahwa akuisisi itu akan merugikan konsumen dengan memberikan akses eksklusif kepada Microsoft terhadap gim dan konten Activision Blizzard salah satunya yaitu gim terlaris "Call of Duty".

Dalam hasil putusannya, Corley mengatakan "Pengadilan menemukan FTC tidak menunjukkan kemungkinan mereka akan menang dalam klaimnya bahwa merger vertikal khusus dalam industri tertentu ini secara substansial akan mengurangi persaingan usaha."

Tak lama setelah keputusan pengadilan AS dikeluarkan, badan Competition and Market Authority (CMA) dari Inggris mengatakan siap untuk mempertimbangkan proposal Microsoft untuk menyelesaikan masalah antimonopoli di Inggris.

Baca juga: Bos Playstation sebut Xbox Game Pass "perusak harga"

Baca juga: Microsoft berencana akuisisi pengembang gim Sega dan Bungie

Baca juga: Bertemu Bill Gates, Xi Jinping sampaikan harapan warga China

Penerjemah: Farhan Arda Nugraha
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023