Samarinda (ANTARA) - Dewan Daerah Perubahan Iklim Provinsi Kalimantan Timur (DDPI Kaltim) menyatakan perlindungan ekosistem lahan basah yang dilakukan Pemprov Kaltim bersama pihak terkait, bertujuan untuk melestarikan spesies endemik baik flora maupun fauna.

"Ada empat wilayah pengelolaan lahan basah di Kaltim, yakni lahan gambut di Desa Muara Siran, mangrove di Kecamatan Anggana, mangrove di Kampung Semanting, dan rawa serta riparian di Sungai Mesangat-Suwi," ujar Ketua DDPI Kaltim Daddy Ruhiyat di Samarinda, Kamis.

Tiap ekosistem memiliki karakteristik dan didampingi oleh lembaga dengan model yang juga menjadi karakteristik masing-masing, seperti Yayasan Mangrove Lestari menjadi mitra dalam mendampingi pengelolaan ekosistem mangrove di lanskap Delta Mahakam, Kabupaten Kutai Kartanegara yang mengalami kerusakan akibat pembukaan lahan.

Kerusakan di Delta Mahakam telah mengurangi stok produksi laut dan meningkatkan penyakit pada kegiatan pertambakan, sementara di lokasi ini juga terdapat spesies penting berupa bekantan yang kian terancam.

Kemudian di Mesangat-Suwi, Kabupaten Kutai Timur, Yayasan Ulin dan Yasiwa berkolaborasi mengelola kawasan ekosistem esensial dengan spesies endemik berupa buaya badas hitam (Crocodylus siamensis).

Di Muara Siran, Yayasan Bioma mendampingi masyarakat yang tinggal di sekitar daerah gambut, lantas Perisai Alam Borneo mendampingi masyarakat dalam mengelola ekosistem pada spesies mangrove di Kampung Teluk Semanting.

Baca juga: Jumlah spesies burung Indonesia bertambah menjadi 1.826 spesies

Pengelolaan lahan basah berbasis masyarakat, lanjutnya, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) melalui strategi Kerangka Mitigasi Perubahan Iklim, mendukung pengelolaan lahan basah berbasis masyarakat yang menyelaraskan kebutuhan ekologi dan kesejahteraan warga.

"Bersama DDPI Kaltim, YKAN melakukan koordinasi, fasilitasi, dan peningkatan kapasitas para mitra pembangunan yang terjun langsung dalam pengelolaan lahan basah, yaitu YML, Yasiwa, Yayasan Bioma, dan Perisai Alam Borneo," katanya.

Keempat mitra pembangunan ini pun mendorong pendekatan pengelolaan lahan basah yang dipadukan dengan perlindungan partisipatif, yakni dengan meningkatkan ekonomi alternatif masyarakat.

"Budi daya sarang burung walet di Muara Siran, misalnya, menjadikan masyarakat setempat lebih peduli ekosistem gambut. Mereka menyadari bahwa jika lahan gambut rusak, maka hasil produksi sarang burung walet akan turun," kata Daddy.

Baca juga: KLHK: Tanaman endemik dan spesies asli ditanam di area IKN
Baca juga: Kampung budi daya dinilai bisa jadi sarana lestarikan ikan lokal
Baca juga: Tahura Sultan Adam terima anggrek spesies langka endemik Kalimantan

 

Pewarta: M.Ghofar
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023