Surabaya (ANTARA) - Satu unit mobil mini bus berwarna silver yang ditumpangi Kepala Pusat Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) Petra Christian University (PCU) tiba di gedung  Taman Pendidikan Alquran (TPQ) di Dusun Kesiman, Desa Rejosari, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, awal pekan ini.

Di depan bangunan itu tampak ramai oleh anggota "Community Outreach Program" atau "COP", yang juga dikenal sebagai Kuliah Kerja Nyata (KKN) tingkat internasional.

Bisa dikatakan juga KKN internasional merupakan kerja sosial, karena aspeknya menyasar kebutuhan mendesak masyarakat setempat.

Peserta KKN internasional itu datang dari beberapa negara, yakni Taiwan, Belanda, Jepang, Korea Selatan, dan Indonesia sebagai tuan rumah.

Siang itu, anggota kelompok bersama warga sedang menggarap pembangunan tempat wudlu, program kerja yang sudah disepakati mahasiswa dengan warga setempat.

Wujud tempat wudlunya masih tampak warna abu-abu, pertanda baru disemen, tapi sudah kokoh, pipa air tempat bersandarnya keran baru dipasang. Ada bagian lantainya masih terus dibasahi air, tandanya baru saja digarap. Sudah berbentuk memang, tetapi belum sepenuhnya rampung, belum sempurna.

Pewarta ANTARA menyaksikan sayup-sayup percakapan bahasa Inggris di antara mereka yang tengah berkoordinasi terkait proses pengerjaan fasilitas tempat ibadah tersebut.

Ketua Kelompok 2 Felix Sunyoto terlihat sibuk mondar-mandir, berkoordinasi dengan warga, menyampaikan maksud anggotanya. Dia juga menjadi penerjemah.

Tak berselang lama dia menyadari kehadiran penanggung jawab KKN internasional dan manajemen PCU, Felix bergegas meninggalkan kelompoknya sebentar, langsung menyambut tamu yang datang.

Dia menyapa, menyalami semua orang yang keluar dari minibus itu. Kemudian mengantar tamu dan memberikan penjelasan seputar progres yang sudah dikerjakan.

Beberapa anggota kelompok dari Jepang dan Belanda terlihat beraktivitas. Meski suhunya berbeda dari negara asalnya, mereka tetap semangat.

Dua mahasiswa asal International Christian University Jepang Mona Tominaga dan Ibuki Kobayashi muncul. Mona menggunakan topi warna hitam dan untuk topi warna coklat menempel pada kepala Ibuki.

Sementara mahasiswa asal Belanda Rohat Kasaru, yang masih ada keturunan Turki tidak menggunakan topi.

Rohat sibuk membawa ember penuh kerikil untuk kebutuhan pembangunan tempat wudhu, untuk ditaruh di bagian alas, sementara Mona dan Ibuki, mahasiswa perempuan itu, sedang meratakan semen pada bagian alas tempat wudhu yang sedikit lagi sempurna.

Beberapa di antara mereka mengusap wajah dengan lengan, keringat mengucur, tetapi masih bisa bercanda. Mahasiswa dari Indonesia beberapa terlihat berkoordinasi dengan masyarakat setempat membahas langkah selanjutnya yang akan digarap, tentu juga sebagai penerjemah bahasa Inggris.

Ada sekitar tujuh anggota kelompok Desa Rejosari sedang mengerjakan dan mengamati pemavingan jalan lingkungan. Sudah jadi sekitar 50 persen, terlihat dari batas tengahnya juga.

Jalan lingkungan itu dulu, sebelum pasukan "COP" datang masih "makadam" kalau hujan licin, becek nan berbahaya.

Anggota kelompok yang merupakan mahasiswa asal Universitas Dong Seo, Korea Selatan, Lee Jae Young, becerita mengalami beberapa kendala perihal akses sulit bagi gerobak. Mereka satu persatu secara bergantian mengangkat material yang dibutuhkan untuk pemavingan.


Jembatan komunikasi

Perbedaan bahasa menjadi kendala mahasiswa asing menjalin komunikasi dan koordinasi penggarapan fasilitas desa di program KKN itu.

Lee Jae Young, mahasiswa jurusan keperawatan asal Korea Selatan dan teman-temannya asal Negeri Ginseng itu awalnya mengalami kendala bahasa saat berinteraksi dengan warga.

Beruntungnya ketua kelompok Felix Sunyoto dan anggota lainnya bisa menjadi jembatan komunikasi, program kerja kelompok pun bisa berjalan lancar.

Anggota kelompok lainnya, Mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandiri Kupang Nusa Tenggara Timur Jurusan Ekonomi Pembangunan Anastasya Febi Dora mengakui kendala bahasa itu. Dia yang serumah dengan salah satu mahasiswi asal Korea Selatan menjadi penghubung dengan pemilik rumah.

Temannya itu acap kali menggunakan aplikasi "Google Translate", bahasa Korea dituliskan pada kolom terjemahan Indonesia, kemudian disampaikan ke pemilik rumah. Pola Komunikasi dua arah berjalan.

Febi, panggilannya, membantu menyampaikan maksud temannya. Dari situ hubungan mencair. Mereka semuanya bisa berinteraksi dengan baik, melalui Febi juga.

Baginya komunikasi itu penting. Pekerjaan bisa rampung sempurna, kalau tidak, semuanya akan terkendala. Bahasa itu nomor satu, sarana komunikasi manusia dengan manusia lain.


Azan dan Islam

Mona Tominaga dan Ibuki Kobayashi memiliki pengalaman baru dan berharga dalam program itu. Lima kali dalam sehari mereka mendengar suara orang azan. Di Jepang tidak pernah ada seperti itu, termasuk ramainya hilir mudik manusia dan kendaraan bermotor, transportasi publik.

Di Desa Rejosari juga dua mahasiswi asal International Christian University Jepang itu mengaku kagum dengan disiplin warga yang rutin ke masjid atau musala untuk melaksanakan kewajiban shalat 5 waktu. Orang laki-laki bersarung dan perempuan mengenakan mukenah juga menjadi pemandangan baru bagi mahasiswa asing itu.

Setiap hari seperti itu, khususnya saat subuh tiba. Setiap pukul 04.30 WIB mereka juga bangun, bersama dengan adzan berkumandang. Saat keluar rumah, setelah azan subuh, desa itu menampilkan suasana asri. Terlihat suasana desa sederhana, tapi bermakna.

Gerombolan ayam berjalan di jalanan desa juga menjadi suguhan nikmat yang mereka nikmati setiap hari, sejak datang pada 12 Juli 2023. Bahkan, sampai hari terakhir pelaksanaan program KKN itu pada 6 Agustus 2023.

Sementara bagi Rohat Karasu, mahasiswa Muslim asal Belanda, kebiasaan shalat lima waktu itu bukan hal baru. Bedanya dengan di Belanda, adalah suara azan di desa itu, termasuk di wilayah lain di Indonesia mudah ditemui.

Kedatangan Karasu ke Desa Rejosari, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, sempat mengagetkan warga. Saat datang dan mengunjungi warga, dia mengucapkan "Assalammualaikum", salam khas di kalangan umat Islam.

Mahasiswa jurusan dokter gigi itu adalah seorang Muslim, sehingga warga mafhum mengapa dia mampu mengucapkan "Assalamualaikum".

Sebagai Muslim, dia tidak banyak mengalami kesulitan beradaptasi dengan suasana Desa Rejosari. Untuk tempat ibadah dia tinggal memilih.


Warga ramah

Kendala bahasa sudah diatasi dengan adanya penerjemah, sehingga para mahasiswa itu bisa berkomunikasi dengan warga. Para mahasiswa asing itu senang mendapat teman dan pengalaman baru.

Mona Tominaga dan teman-teman merasa nyaman dengan sikap warga yang ramah. Budaya sosial yang ramah membuat mahasiswa asing itu menikmati kerja sosial di desa tersebut bersama kelompoknya.

Setiap saat dia mendapatkan senyum saat melintas di depan warga, padahal belum kenal. Mereka baru saja tinggal dua minggu lebih di desa itu, tapi sudah seperti kenal lama. Warga begitu ramah kepada semua anggota KKN, tidak membedakan dari mana mereka berasal, semuanya sama.

Ibuki, rekan Mona dari Jepang, awalnya merasakan adaptasi berat berada di desa itu. Bukan sekadar bahasa dan budaya, tetapi sulitnya sinyal internet.

Layanan itu penting, apalagi zaman sekarang semuanya butuh internet. Untuk menghubungi keluarga juga perlu internet, mungkin sekadar untuk memberikan kabar supaya keluarganya di Jepang tidak khawatir.

Desa Rejosari dikelilingi bukit dan hutan, sehingga sinyal internet susah masuk. Namun, justru dengan minimnya akses internet menjadi perekat hubungan antarkelompok maupun mahasiswa dengan warga.

Kemana-mana mereka bersama, bergurau, tertawa, ngobrol kehidupan juga atau anak sekarang bilangnya "deep talk".

Akhirnya Ibuki bersyukur dengan susahnya akses sinyal. Untuk tetap bisa memberikan kabar pada keluarga, mereka datang ke beberapa rumah yang tangkapan sinyal internetnya bagus.

Febi, mahasiswi dari NTT, juga merasakan masalah sinyal internet. Dia sempat menangis, kangen dengan keluarga. Itu cuma awal, sekarang dia betah ngobrol dengan temannya, termasuk dengan ibu pemilik rumah dan warga lain.

Komunikasi secara langsung jadi memperkuat hubungan kekeluargaan, sehingga pekerjaan semuanya berjalan lancar. Ada rasa percaya satu sama lain.

Tanggal 6 Agustus 2023, KKN internasional itu berakhir. Mereka semua akan berpisah, tapi goresan cerita akan dikenang. Mereka juga sudah memberi manfaat bagi masyarakat.

Selain menorehkan berbagai cerita dari para mahasiswa asing, program KKN itu telah berhasil mempromosikan Indonesia yang ramah dan damai dari Desa Rejosari.

Program itu juga mampu mempromosikan Islam ramah, sebagaimana ditunjukkan oleh warga di desa itu.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023