Mewarisi semangat juang para pahlawan, pengumpulan biaya untuk memperingati Hari Kemerdekaan semestinya dilakukan dengan jalan bermartabat, bukan mengemis di jalan.
JAKARTA (ANTARA) - Meminta-minta adalah perbuatan rendah lagi hina. Bahkan konon para pendiri bangsa ini menolak hadiah kemerdekaan dari negara penjajah karena ingin memperolehnya dengan hasil perjuangan sendiri. Kini generasi penikmat kemerdekaan semestinya mewarisi sikap para pejuang yang memiliki harga diri tinggi, bukan meminta-minta sumbangan di jalanan untuk merayakan agustusan.

Bulan Agustus adalah bulan kemerdekaan, momen ketika segenap masyarakat Indonesia merayakan kemerdekaan RI dengan suka-cita dan kegembiraan yang diwarnai berbagai kegiatan seru dan meriah. Institusi pemerintah, lembaga swasta, perusahaan, dan warga masyarakat berjibaku mempersiapkan perayaan dengan ragam kreasi acara dan kegiatan perlombaan, selain (tentunya) upacara peringatan Hari Kemerdekaan sebagai intinya.

Sayangnya di kalangan masyarakat, persiapan perayaan kemerdekaan justru menjadi ajang meminta-minta sumbangan di jalan-jalan raya. Para pelintas jalan dalam beberapa hari ini mungkin melihat pemandangan segerombolan anak-anak muda yang menggalang “Donasi Agustusan” beraksi di banyak titik. Padahal para pengendara itu juga dimintai iuran untuk kegiatan agustusan di lingkungan tempat tinggalnya.

Jika para pejuang kemerdekaan saat ini masih hidup dan menyaksikan pemandangan seperti itu, barangkali mereka akan merasa pilu. Jerih payah dan cucuran darah untuk memperjuangkan kemerdekaan, rupanya di kemudian hari hanya akan dirayakan dengan cara murahan.

Mewarisi semangat juang para pahlawan, pengumpulan biaya untuk memperingati Hari Kemerdekaan semestinya dilakukan dengan jalan bermartabat, bukan mengemis di jalan. Tak dimungkiri bahwa setiap kegiatan sudah pasti membutuhkan biaya, tapi dengan cara bagaimana dana itu diperoleh dan dikumpulkan turut mengindikasikan seperti apa mental juang penyelenggara.

Kardus donasi Agustusan. ANTARA/Sizuka
 

Ide pengumpulan dana

Para peringatan Hari Ulang Tahun ke-77 Kemerdekaan RI, Presiden Joko Widodo menekankan komitmen kerja keras, inovasi, dan kreativitas untuk mencapai agenda besar Indonesia Maju.

Hampir bisa dipastikan bahwa kreativitas yang dimaksud kepala negara dalam amanatnya itu, tentu bukanlah kreativitas mengemis seperti dalam aksi meminta-minta sumbangan apalagi diperuntukkan bagi biaya merayakan kemerdekaan.

Kemerdekaan adalah capaian yang membanggakan selayaknya dirayakan dengan cara yang membanggakan pula. Bagaimana mengumpulkan dana dengan ide kreatif ala anak muda, berikut beberapa contohnya.

1. Bazar. Kumpulan anak-anak muda di desa/kelurahan yang biasanya tergabung dalam organisasi Karang Taruna bisa menggelar bazar di awal bulan Agustus. Para ibu anggota PKK atau ibu rumah tangga dikerahkan untuk menciptakan berbagai produk yang dapat dijual di arena bazar. Umumkan kepada pengunjung bahwa gelaran ini dalam rangka pengumpulan dana agustusan sehingga mereka akan dengan sukarela membayar lebih dari harga produk yang dibelinya. Selanjutnya, Karang Taruna dapat mengumpulkan keuntungan itu untuk merancang kegiatan.

2. Sponsor. Di antara warga setempat pasti ada yang bekerja pada perusahaan besar. Pemuda Karang Taruna dapat memanfaatkan kedekatan sosial itu untuk mendorong warga tersebut mengupayakan perusahaannya menjadi sponsor untuk kegiatan agustusan. Perusahaan besar tentu memiliki anggaran CSR, dan membiayai acara semacam itu hanya membutuhkan “uang receh” mereka. Jadi, mungkin tidak terlalu sulit untuk memperolehnya, sepanjang panitia kegiatan pandai menawarkan manfaat untuk sang sponsor.

3. Dana kas. Perayaan agustusan adalah kegiatan rutin yang diadakan setiap tahun. Karenanya, persiapannya pun sebenarnya bisa dilakukan jauh-jauh bulan sebelum memasuki bulan Agustus. Di berbagai daerah dengan Karang Taruna yang aktif, banyak yang telah sukses membangun usaha bermodal kreativitas anak muda. Seperti desa wisata, UMKM, layanan jasa, dan lain sebagainya. Dengan kegiatan produktif itu mereka bisa menabung uang kas bersama, yang dapat digunakan untuk bermacam kegiatan salah satunya agustusan.

Karang Taruna Desa Jabon Mekar, Kec. Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menggaet sponsor untuk perayaan HUT ke-78 Kemerdekaan RI. ANTARA/Sizuka
 

Nostalgia tempo dulu

Peringatan Hari Kemerdekaan adalah tentang nostalgia, mengenang peristiwa bersejarah ketika duo proklamator Soekarno-Hatta mengumumkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Bicara nostalgia, para panitia HUT Kemerdekaan mungkin perlu membuka kembali lembar cerita lama bagaimana generasi kakek nenek dulu menyemarakkan ultah RI, barangkali tertarik menghidupkan kembali beberapa di antaranya.

Berikut beberapa lembar nostalgia dari berbagai daerah, seperti dibagikan laman Indonesiabaik.

- Kalimantan Barat, 1951. Sungai Mahakam yang merupakan jalur transportasi masyarakat Kalbar menjadi sarana lomba dayung rakyat.

- Pontianak, 1951. Sementara di ibu kota Kalbar, Pontianak, ada layar tancap yang sering diputar di lapangan dalam merayakan HUT RI. Film yang diputar beragam, mulai dari tema anak hingga kemerdekaan.

- Jakarta, 1955. Perayaan Agustusan disemarakkan dengan pawai keliling kendaraan hias dengan ornamen bendera Merah Putih dan diiringi pasukan berkuda.

- Yogyakarta, 1955. Masyarakat merayakan kemerdekaan yang dipusatkan di Monumen Tugu yang dikelilingi bendera Merah Putih kecil.

- Tidore, 1957. Masyarakat Sao-Sio menggelar pawai mobil keliling berbentuk perahu dan tank yang dilengkapi spanduk Merah Putih.

- Kuta Raja, 1959. Pawai keliling kampung dengan mengibarkan bendera Merah Putih layaknya pasukan baris-berbaris yang umum dilakukan di Aceh.

 

Muda bikin bangga

Seterdesak apa pun, para pejuang kemerdekaan dulu belum pernah terdengar cerita mereka sampai mengemis. Mereka adalah orang-orang bermartabat yang tidak pernah melakukan tindakan rendahan.

Wahai anak-anak muda generasi penikmat kemerdekaan, kalian juga pasti bisa mewarisi sikap dan mental juang mereka. Jangan mudah menengadah apalagi hanya untuk kebutuhan receh. Masyarakat mungkin banyak menyaksikan kreativitas mengemis di jalan-jalan.

Aksi meminta-minta sumbangan bisa dalam rangka apa saja. Mulai aktivitas pembangunan yang menyebabkan penutupan jalan sehingga warga berinisiatif melakukan rekayasa lalu lintas dengan mengalihkan jalan dan meminta imbalan. Begitu pun jembatan atau jalanan rusak, juga digunakan sebagai alasan meminta sumbangan, padahal nanti perbaikannya menggunakan anggaran pemerintah. Padahal (juga) para pelintas jalan tengah mengalami kesulitan dengan adanya kerusakan jembatan atau jalan, tetapi malah dimintai sumbangan.

Penggalangan dana di jalan-jalan dilakukan pula dalam rangka pembangunan rumah ibadah dan peringatan hari-hari besar nasional maupun agama. Bahkan ulang tahun Nabi Muhammad Saw. (Maulid Nabi) pun dirayakan dengan biaya dari meminta-minta. Sebuah laku mengagungkan Nabi dengan cara yang keliru.

Anak muda masa kini memiliki sarana dan fasilitas serba canggih dibanding generasi pendahulu, akan memalukan dan memilukan bila tak mampu memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk melakukan terobosan kreatif.

Hal membanggakan jangan terhenti pada pencapaian kemerdekaan. Generasi masa kini memiliki tanggung jawab untuk mengisinya dengan aksi yang lebih spektakuler.

Ayo … “Terus melaju untuk Indonesia Maju”.




 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023