Jakarta (ANTARA) - Barisan rapi lemari besi berukuran tinggi menjadi pemandangan pertama tiap kali lift terbuka di lantai tujuh Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.

Suasana sunyi dan temaram juga seketika menghampiri akibat sinar matahari yang hampir tidak dapat menembus masuk. Setiap sisi jendela kacanya terhalang bangunan tembok tinggi.

Pada lantai tujuh ini, karya sang Burung Merak dan Binatang Jalang beristirahat dari hiruk pikuknya panggung pertunjukan. 

Binatang Jalang adalah julukan untuk Chairil Anwar, penyair yang memelopori Angkatan 45 dalam Kesusastraan Indonesia, sedangkan Burung Merak ditujukan kepada sastrawan WS Rendra yang karya-karyanya dinilai memiliki estetika tinggi. 

Bukan hanya goresan pena para maestro sastra Tanah Air, belasan lembar berisikan deretan abjad Jawi juga beristirahat dengan tenang di lantai tujuh.

Ribuan dokumen yang tersimpan pada PDS HB Jassin mulanya adalah hasil pengarsipan pribadi HB Jassin yang dikenal sebagai 'paus' bagi dunia sastra Indonesia.

Lambat laun, jumlahnya kian bertambah sebab para sastrawan lain dengan sukarela menitipkan dokumentasi masing-masing.
Manuskrip yang ditampilkan dalam Pameran Perjalanan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin bertajuk “Ulang-Alik ke Masa Lalu” di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Minggu (3/9/2023). Pameran tersebut berlangsung hingga 17 september 2023. ANTARA FOTO/Aprillio Abdullah Akbar


Preservasi dan restorasi

Hananudin menjadi satu-satunya pegawai yang berteman karib dengan ratusan ribu dokumen sastra koleksi PDS HB Jassin, mulai dari yang ditulis dengan goresan pena hingga ketikan mesin. Ia sudah lima tahun bertugas memelihara dan merawat lembar demi lembar sejak tahun 2018

Di tahun 2019, Hananudin mengikuti pelatihan Pelestarian Bahan Perpustakaan yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional (Pusdiklat Perpusnas).

Dari pelatihan tersebut, ia menjadi mafhum bila setiap hari harus bekerja sendirian di antara sela lemari besi yang sesungguhnya muat untuk dua orang.

"Zat asam memang bisa dicegah dengan sarung tangan, tapi makin banyak orang pegang malah bisa merusak dokumen," kata Hananudin.

Dokumen-dokumen seperti itu, lanjut Hananudin, membutuhkan perawatan khusus agar tidak cepat lapuk dan rusak.

Sebagai contoh, pengaturan suhu ruangan minimal 25° celsius, fumigasi setahun sekali, pengaturan pencahayaan ruangan, vakum debu ruangan setiap hari hingga pengecekan tingkat keasaman naskah dan kotak penyimpanan secara berkala.

Setiap hari, ia mengingatkan dirinya untuk tidak sembrono ketika melakukan proses preservasi dan restorasi terhadap dokumen-dokumen rapuh yang tidak memiliki salinan fisik tersebut. Tidak pernah satu hari pun Hananudin bekerja tanpa sarung tangan latex.

Adapun tugas hariannya tidak jauh-jauh dari pengkapsulan atau mengenkapsulasi setiap arsip koleksi PDS HB Jassin ke dalam lembaran map plastik yang dapat disegel rapat. Setelah itu, ia akan menyimpan lembaran map plastik yang sudah berisi naskah ke dalam kotak berbahan anti asam.

Namun begitu, Hananudin menerangkan tidak semua dokumen dapat langsung dienkapsulasi dan disimpan dalam kardus khusus. Tidak sedikit dokumen yang mengalami kerusakan, mulai dari tinta nyaris pudar, bolong di bagian tengah hingga robek di bagian pinggir.

Untuk dokumen yang demikian, ada proses penyelamatan atau restorasi terlebih dulu. Setiap dokumen yang memiliki lubang atau robek, ia tutup dengan bahan khusus sebelum akhirnya melanjutkan ke proses enkapsulasi. Sementara itu, naskah yang tintanya mulai pudar akan dikurangi kadar keasaman kertasnya dengan cairan basa.

Usai menyelesaikan proses preservasi maupun restorasi, tahapan berikutnya ialah pemindaian (scanning) agar dokumen-dokumen yang berumur lebih dari lima puluh tahun tersebut memiliki salinan digital.

Mewarisi dengan digitalisasi

Kepala Satuan Pelaksana Pengolahan dan Dokumentasi Sastra HB Jassin, Nurcahyo Yudi Hermawan, mengatakan keseriusan untuk merawat hasil kerja pengarsipan sosok HB Jassin dimulai sejak tahun 2018 ketika pengelolaannya akhirnya dibantu oleh Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip).

Keseriusan tersebut terlihat melalui pengadaan alat pemindai ukuran besar sekaligus perekrutan beberapa tenaga ahli seperti Hananudin.

Ada delapan orang yang kini bertugas untuk memindai dan memperbaiki hasil pindai sebelum akhirnya diarsipkan secara digital. Mereka bekerja setiap hari dengan jadwal libur yang berbeda-beda sehingga proses pemindaian tetap berjalan di hari Sabtu dan Minggu.

"Dari 170ribu lebih naskah koleksi, sudah 55ribu yang berhasil didigitalkan dan itu semua naskah tulisan tangan," ujar Nurcahyo Yudi Hermawan.

Dengan jumlah tersebut  seluruh naskah tulisan tangan telah hampir selesai didigitalisasi. Proses digitalisasi naskah-naskah koleksi HB Jassin memang terus dikebut sebab berpacu dengan usia kertas dan tinta pena yang kian lapuk dan memudar.

Adapun yang lebih penting, ada identitas bangsa, yakni budaya dan sastra dalam lembar-lembar naskah yang harus terus dilanjutkan proses pengarsipannya.

Menurut Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta, Firmansyah, ketika dokumentasi terabaikan, maka pemahaman tentang konsep berbangsa dan bernegara juga menjadi kurang jelas.

Oleh karena itu, mendigitalisasi naskah-naskah koleksi HB Jassin menjadi jalan untuk mewariskannya kepada generasi muda.

Pemerintah berharap berbagai naskah-naskah digital yang nanti akan ditaruh dalam satu portal daring dapat menjadi stimulan generasi muda agar tertarik membaca dan mempelajari arsip-arsip sejarah.

Sebagai bangsa yang besar sudah seharusnya ada sinergi untuk menyiapkan generasi selanjutnya yang berwawasan luas, kreatif, dan memahami asal-usul bangsanya.

Lebih baik lagi, generasi yang akan datang mampu melanjutkan kerja arsip HB Jassin sehingga dokumentasi mengenai perjalanan berbangsa dan bernegara terus diperbarui.
 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023