Jakarta (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup DKI mengungkapkan kualitas udara di Lubang Buaya, Jakarta Timur, selalu buruk karena dekat dengan sejumlah pabrik yang melakukan kegiatan usaha.

"Kayak kami taruh di Lubang Buaya, ternyata alat itu dekat dengan pabrik tahu, pabrik pembuatan arang, ada juga pembakaran kabel, yang itu lokasinya bukan di Jakarta," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Asep Kuswanto di Bogor, Jawa Barat, Jumat.

Asep menyatakan, kualitas udara itu diukur melalui alat pemantau yang sensitif dengan diletakkan di perbatasan dengan wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat.

Setelah dideteksi ternyata ditemukan penyebabnya, yakni ada kegiatan usaha yang menimbulkan polusi di sekitar Bekasi. Namun, pihaknya tidak bisa menindak di kota penyangga tersebut.

"Memang meletakkan alat itu menjadi hal yang penting, walaupun radiusnya terbatas tapi setidaknya bisa menggambarkan kondisi  lingkungan sekitarnya," tuturnya.

DLH DKI Jakarta mengimbau kepada produsen maupun masyarakat untuk menjaga alat pemantau kualitas udara yang dibeli sendiri.

Baca juga: Kualitas udara DKI Jakarta terburuk ketiga di dunia
Baca juga: 700 gedung milik swasta di DKI Jakarta siap pasang "water mist"


Dikhawatirkan alat itu bisa berdebu dan penempatannya yang kurang tepat sehingga akurasi yang dihasilkan dari alat itu juga tidak valid.

"Bagusnya penempatan itu di tempat yang netral dan memang sebaiknya dikonsultasikan dengan DLH. Memang itu yang belum tersosialisasikan dengan baik," tuturnya.

DLH DKI Jakarta mengungkapkan, kualitas udara Kota Jakarta dalam kategori tidak sehat karena angka partikel halus (Particulate Matter/PM) 2,5 berdasarkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) mencapai 101 pada Jumat hingga pukul 07.45 WIB.

Laman resmi Sistem Informasi Lingkungan dan Kebersihan DLH Provinsi DKI Jakarta menyebutkan, di antara lima wilayah, Lubang Buaya (Jakarta Timur) memiliki angka PM2,5 sebesar 101 atau berada di antara patokan 101-199.

Angka itu memiliki penjelasan bahwa tingkat kualitas udara tidak sehat karena dapat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.
 

Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023