Jakarta (ANTARA News) - Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) akan mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Hak Cipta di Kalangan Hotel dan Restoran, karena dalam pelaksanaan UU banyak kalangan hotel dan restoran yang dirugikan hingga miliaran rupiah. Sebelumnya, PHRI telah melayangkan surat kepada Kementerian Hukum dan HAM, untuk meninjau kembali UU tersebut, kata Sekjen PHRI Cecep Rukmana, di Jakarta, Selasa. Ia menjelaskan, PHRI bukan tak mendukung UU Hak Cipta hanya saja perlu ada Peraturan Pemerintah (PP) sebagai petunjuk pelaksanaan mengingat pasal-pasal dalam UU tersebut masih bias. Selama ini, Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) tidak pernah secara terbuka siapa saja pencipta lagu yang telah memberikan kuasa untuk menagih royalti yang diperdengarkan di hotel dan restoran anggota PHRI atau hanya YKCI yang berhak menagih semua lagu-lagu itu. Berbagai upaya negosiasi telah ditempuh antara PHRI dan YKCI tentang pemberlakuk lisensi musik oleh YKCI, dan PHRI yakin bahwa YKCI tidak berwenang sebagai lembaga satu-satunya yang menagih royalti kepada hotek anggota PHRI. "Karena itu, kami mendesak Kementerian Hukum dan HAM untuk mendudukan persoalan kontroversi penagihan royalti Hak Cipta Lagu-Lagu secara tepat. Apakah diserahkan sepenuhnya kepada YKCI atau industri rekaman untuk menagih royalti lagu-lagu yang diperdengarkan sebagai `back sound`," ujar Cecep. Namun, keluhan kepada Kementrian Hukum dan HAM itu hingga belum ditanggapi termasuk juga keluhan yang disampaikan kepada Komisi X DPR. "Untuk itu, kami akan mengajukan uji materi atau `judicial review? terhadap UU tersebut. Sebelum, itu kami akan melakukan kaji ulang secara menyeluruh terhadap UU itu dan pelaksanaannya selama ini selama tiga bulan," kata Cecep. Sebelumnya, Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) mengajukan somasi terbuka kepada YKCI atas tindakan YKCI yang melakukan penagihan dan pemungutan royalti atas pemakaian dan penggunaan produk rekaman suara milik atau yang berasal dari anggota ASIRI, seolah-olah YKCI satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan penagihan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006