pengetahuan tentang thalasemia ini memang masih minim sekali
Jakarta (ANTARA) - Penasihat Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Yanti Airlangga mengajak masyarakat melakukan skrining kesehatan sejak dini untuk memutus rantai penyakit thalasemia atau kelainan darah.

"Skrining kesehatan sebaiknya dilakukan sejak dini, mengingat faktor utama penyebab thalasemia itu genetik atau dari keturunan, untuk itu sebaiknya dilakukan penyuluhan-penyuluhan pada para siswa sejak SMP," kata Yanti di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati, Jakarta, Rabu.

Ia berharap, melalui penyuluhan dan sosialisasi yang masif, bisa memutus rantai thalasemia agar masyarakat bisa sadar tentang bahayanya penyakit ini.

Berdasarkan pengertian dari Kementerian Kesehatan RI, thalasemia adalah penyakit kelainan darah merah yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anak dan keturunannya.

Penyakit ini disebabkan karena tidak terbentuknya protein pembentuk sel darah merah atau hemoglobin utama pada manusia, sehingga menyebabkan pasien rentan mengalami pucat dan kelelahan akibat kekurangan darah.

Baca juga: Orang tua anak penderita thalasemia puas dengan layanan program JKN
Baca juga: Anak-anak penderita Thalasemia rayakan peringatan Hari Anak Sedunia


Berdasarkan data dari RSUP Fatmawati, kasus thalasemia di Indonesia angkanya semakin meningkat selama 10 tahun terakhir, dari tahun 2012 hanya 4.000 orang, kini meningkat menjadi lebih dari 12.0000.

Adapun prevalensi pembawa sifat thalasemia di Indonesia masih 7-10 persen, dengan biaya pengobatan sebesar Rp500 juta per orang per tahun, menempati peringkat kelima tertinggi penyakit yang menyerap paling banyak dana BPJS Kesehatan.

"Pengetahuan tentang thalasemia ini memang masih minim sekali, dan penderitanya bisa dari bayi sampai ke dewasa, kalau ini tidak disosialisasikan dengan baik, kita tidak akan bisa menekan jumlah yang ada sekarang," ujar dia.

Untuk mengajak pihaknya agar lebih peduli dengan penyakit thalasemia, Yanti telah mengajak anggota DWP Kemenko Perekonomian untuk mendonorkan darah, dan tercatat ada 125 orang anggota DWP Kemenko Perekonomian yang telah mendonorkan darahnya per 3 Oktober 2023.

Baca juga: Manfaat perlindungan JKN dirasakan pasien thalasemia di Majalengka
Baca juga: Ahli: Anak thalasemia bisa hidup sehat asal tata laksana benar


Ia menekankan agar pasangan yang akan menikah untuk melakukan skrining terlebih dahulu, mengingat keturunan dari pasangan pembawa sifat thalasemia dapat melahirkan 50 persen anak yang berisiko menderita penyakit thalasemia, dan 25 persen menderita thalasemia mayor (membutuhkan transfusi darah seumur hidup).

"Ini penting sekali untuk disosialisasikan, skriningnya murah, tidak sebanding dengan perawatan seumur hidup yang mesti dilakukan," tuturnya.

"Sebelum menikah lebih baik periksa dengan pasangan,supaya nanti tidak melahirkan anak-anak yang berpotensi menderita thalasemia," imbuh dia.

Ia juga menyatakan bahwa DWP Kemenko Perekonomian akan terus bersinergi dengan Kementerian Kesehatan dan RSUP Fatmawati untuk memberikan kemudahan bagi pasien thalasemia, utamanya untuk fasilitas donor darah.

"Kami akan upayakan juga untuk BPJS Kesehatan agar bisa dipermudah, peraturan-peraturan pendaftaran setiap tiga bulan bisa diperpanjang, karena pasien sendiri mempunyai keterbatasan untuk pergi mendaftar, jadi agar tidak repot untuk mereka sendiri," demikian Yanti Airlangga.

Baca juga: BKKBN: Skrining thalasemia penting guna hindari bayi lahir cacat
Baca juga: IDAI: Persediaan darah untuk penderita thalasemia alami keterbatasan
Baca juga: IDAI sebut penyakit thalasemia pengaruhi psikososial anak

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023