Dibutuhkan dan sangat penting upaya untuk penemuan obat baru yang pastinya kita bisa mencapai atau mendapatkan target yang lain
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan beberapa parasit malaria kini resisten terhadap obat yang membuat upaya pemberantas penyakit itu kian menghadapi tantangan serius, mengingat penyakit malaria bisa ditemukan 40 persen dari populasi dunia.
 
Periset Biologi Molekuler Eijkman BRIN Josephine Siregar mengatakan beberapa negara sudah muncul penyebaran resistensi parasit terhadap obat anti malaria, seperti chloroquine, sulfadoxine-pyrimethamine, atovaquone, artemisinin, dan mefloquine.
 
"Dibutuhkan dan sangat penting upaya untuk penemuan obat baru yang pastinya kita bisa mencapai atau mendapatkan target yang lain," ujarnya dalam seminar bertajuk 'Biologi Struktural dan Model Penyakit' yang dikutip di Jakarta, Rabu.

Baca juga: BRIN teliti potensi obat anti malaria dari biodiversitas Indonesia
 
Resistensi obat adalah kemampuan parasit untuk dapat bertahan atau berkembangbiak meskipun sudah ada kehadiran atau pemberian obat dengan dosis yang sesuai atau mungkin dosis yang sedikit ditinggikan, tetapi masih di dalam batas toleransi.
 
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan munculnya resistensi obat, kata dia, yaitu tingkat mutasi dari parasit tersebut, bagaimana parasit itu bisa bertahan, kehadiran parasit yang ada di populasi, bagaimana suatu obat itu memiliki seleksi yang kuat terhadap parasit resisten atau juga kepatuhan.
 
"Ini sangat penting sekali. Kita juga bisa lihat dari diri kita sendiri ketika kita sakit, kita merasa bahwa kita sudah sehat. Padahal kita masih harus menghabiskan obat yang dibutuhkan untuk treatment parasit malaria," kata Josephine.

Baca juga: Dokter anjurkan minum obat sebelum bepergian ke daerah endemis malaria
 
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat ada 245 juta kasus malaria di seluruh dunia pada tahun 2020, dengan 625 ribu kasus kematian. Kemudian meningkat dua juta kasus pada tahun 2021 menjadi 247 juta kasus di seluruh dunia dengan 619 ribu kematian.
 
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa mempelajari struktur biologi sangat penting untuk pemahaman terhadap gen target dan mekanisme dari obat anti malaria.
 
"Ini sangat penting sekali untuk pengembangan obat yang baru. Kami membutuhkan parasit-parasit yang resisten terhadap obat-obat yang sudah dipakai di dalam pengembangan obat anti malaria baru," ujarnya. 

Baca juga: Fakultas Kedokteran dan Farmasi Unhas cari obat alternatif malaria
Baca juga: Mengembangkan obat baru menuju Indonesia sehat-bebas malaria

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023