Jakarta (ANTARA) -
Guru Besar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Budi Utomo mengatakan berbagai mitos seputar penggunaan alat dan obat kontrasepsi (alokon) masih jadi tantangan bagi cakupan pelayanan program KB sehingga perlu pendekatan empati dan keluarga untuk menjangkau peserta baru.
 
Berbagai mitos tersebut, lanjut Budi, ada yang berkaitan dengan dampak kesehatan, kesuburan hingga kepercayaan terkait banyaknya jumlah anak dengan jenis kelamin tertentu.
 
"Masyarakat dengan latar belakang sosial ekonomi dan pendidikan rendah masih menjadi penyumbang angka kelahiran total (TRF) yang tinggi pada tingkat nasional karena mereka masih memproduksi dan mempercayai mitos-mitos lama seputar alat KB itu," kata Budi di Jakarta, Jumat.
 
Disamping mitos banyak anak membawa keberuntungan dan banyak anak laki-laki mengangkat derajat keluarga, ada pula mitos terkait pemakaian alat kontrasepsi IUD yang dianggap berbahaya dan memberikan dampak buruk pada kelahiran anak nantinya.
 
Mitos yang demikian salah karena IUD ada yang berbahan tembaga dan bebas tembaga serta tidak mengandung hormon sehingga entah perempuan itu punya tubuh yang kurus atau gemuk, ada jerawat, flek, tidak akan terpengaruh oleh IUD.

Baca juga: BKKBN tingkatkan pelayanan KB sediakan variasi alat kontrasepsi 
 
Mitos lainnya ialah perihal peletakan IUD di dalam rahim ibu yang dapat menancap dan mempengaruhi organ tubuh di bagian dalam padahal IUD kalau sudah terpasang tidak akan bergerak dan mempengaruhi organ tubuh manapun.
​​​​​
Untuk itu, ia mengingatkan kepada para tenaga kesehatan pemberi pelayanan KB terkait latar belakang calon peserta KB yang tidak semuanya mengerti dunia kesehatan. Edukasi yang diberikan perlu dengan pendekatan empati dengan mengutamakan penggunaan bahasa yang mudah dipahami.
 
Budi juga menyarankan adanya ajakan dari tenaga kesehatan (nakes) kepada pasangan hamil beserta keluarga agar mau mengikuti kelas-kelas ibu hamil yang membagikan informasi seputar program KB Pasca Persalinan (KBPP) beserta metode pemasangannya.
 
"Tidak dapat dipungkiri, keluarga masih berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan apakah ibu baru harus KB atau tidak, nah keluarga juga tidak jarang mereproduksi mitos-mitos tadi sebagai dasar pengambilan keputusan sehingga meluruskan mitos-mitos seputar KB juga harus melibatkan keluarga," ujarnya.

Baca juga: Hilangkan ego sektoral demi tingkatkan pelayanan KB
Baca juga: BKKBN: Disparitas jadi tantangan pengendalian pertumbuhan penduduk

Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2023