Jakarta (ANTARA) - Penggunaan obat tetes mata yang tidak tepat atau tanpa resep dari dokter untuk mengobati indikasi alergi mata merah, kering, maupun perih dapat menjadi kesalahan fatal yang berakibat pada katarak dan glaukoma.

"Ketika mata merah diberikan obat tetes yang mengandung steroid, dampaknya akan buruk bisa membuat katarak, dan dampaknya bisa glaukoma," kata Dokter Spesialis Mata Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Hisar Daniel di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, ketika terjadi alergi mata merah atau indikasi mata yang lainnya jangan langsung memberikan obat tetes mata.

"Jadi kalau ada indikasi alergi mata merah berulang-ulang di kedua mata justru harus diperiksa dulu, jangan main kasih obat tetes," ucapnya.

Dirinya juga menyayangkan tindakan masyarakat yang memutuskan untuk segera membeli obat tetes mata di apotek tanpa resep dari dokter.

Menurut Hisar langkah tersebut tidak akan memberikan hasil yang baik, tetapi berpotensi besar terhadap kesalahan penanganan yang berdampak buruk pada kesehatan mata.

"Kadang-kadang pasien suka menembus kan ya obat tetes. Bukan itu solusinya, dan jangan sembarangan datang ke apotek, beli obat mata merah dan langsung dikasih (ke mata). Hati-hati," ujarnya.

Baca juga: Jaga kesehatan mata dengan metode Rule Of 20
Baca juga: Kemensos fasilitasi operasi katarak gratis untuk 350 lansia


Penggunaan obat tetes mata, menurut dia, juga tidak untuk jangka panjang, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan ke dokter agar bisa mencari tahu penyebabnya dan mendapat tindakan pengobatan yang tepat.

"Kalau seandainya ada keluhan mata dengan menggunakan tetes mata tidak membaik dalam satu sampai dua hari, segeralah kontrol. Jangan-jangan memang ada masalah lain yang harus ditelusuri," katanya.

Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Kesehatan pada Agustus 2022, sekitar satu miliar penduduk dunia mengalami gangguan penglihatan berat atau kebutaan.

Di Indonesia terdapat sekira 8 juta penduduk yang mengalami gangguan penglihatan sedang hingga berat dan 1,6 juta penduduk mengalami kebutaan.

Dari jumlah tersebut, 1,7 hingga 4,4 persen diantaranya merupakan penduduk di atas usia 50 tahun mengalami kebutaan. Prevalensi kebutaan terbanyak terjadi di Jawa Timur sebesar 4,4 persen dan di Bali sebesar 2 persen.

Adapun penyebab utama terjadinya kasus kebutaan di Indonesia itu adalah katarak, yakni sebesar 81,2 persen.

Baca juga: Anak berusia di bawah 8 tahun rentan terkena gangguan penglihatan
Baca juga: Mensos: Kolaborasi multisektor strategi tangani kebutaan di Indonesia


Pewarta: Cahya Sari
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2023