non-refoulment melarang negara mengembalikan ke negara asal yang berpotensi mendapat tindak persekusi
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Dhahana Putra mengatakan penanganan masalah pengungsi Rohingya mengutamakan aspek kemanusiaan yang bersifat universal, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal.

"Melihat resistensi yang terjadi terhadap pengungsi Rohingya, perlu diintensifkan komunikasi dengan IOM, UNHCR, dan negara negara tetangga, agar penanganan pengungsi tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat lokal, khususnya dalam konteks ini di Aceh," kata Dhahana dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Meski demikian, kata Dhahana, Pemerintah Indonesia belum meratifikasi Konvensi Jenewa 1951 tentang pengungsi, sehingga atas dasar kemanusiaan, Indonesia tetap harus menampung sementara para pengungsi Rohingya.

Pasalnya, ada asas non-refoulment yang sudah diakui sebagai hukum kebiasaan internasional.

Non-refoulment adalah asas larangan terhadap suatu negara untuk menolak atau mengusir pengungsi dari negara lain untuk kembali ke negara asalnya atau ke suatu wilayah di mana pengungsi tersebut berpotensi menghadapi hal-hal mengancam serta membahayakan kehidupan maupun kebebasan pengungsi karena alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu, atau opini politik.

"Prinsip non-refoulment ini melarang negara untuk mengembalikan atau mengusir orang-orang ke negara asal atau negara lain yang berpotensi mendapat tindak persekusi, penyiksaan, pelanggaran HAM yang berat," jelasnya.

Baca juga: Komnas HAM: Pemerintah perlu pastikan lokasi penampungan Rohingya

Lebih lanjut, dia mengungkapkan para pengungsi Rohingya saat ini hanya bersifat sementara di Aceh.

"Yang perlu digarisbawahi, keberadaan mereka di sini adalah sementara hingga nanti UNHCR menentukan status sebagai pengungsi dan penempatan negara ketiga atau negara penerima para pengungsi Rohingya," jelas Dhahana.

Di satu sisi, selama para pengungsi Rohingya berada di Indonesia, maka tetap diwajibkan untuk menaati peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku di Indonesia, supaya tidak memunculkan masalah-masalah sosial yang membuat gaduh.

"Di sisi lain, kami berharap semua pihak dapat menahan diri dari tindakan-tindakan provokatif agar tidak menimbulkan kondisi yang tidak kondusif di Aceh dalam penanganan para pengungsi Rohingya," imbuhnya.

Sementara itu, terkait tindak kekerasan terhadap para pengungsi Rohingya, telah menjadi sorotan masyarakat internasional. Sejumlah media internasional telah mewartakan insiden di Gedung Balee Meuseuraya Aceh.
​​​​​​​
"Harapannya, tentu kejadian serupa yang memberikan citra negatif semacam itu tidak terjadi lagi ke depan," ujar Dhahana.

Baca juga: Polresta catat 190 warga Rohingya kabur dari penampungan selama 2023

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023