DKPP menindak KPU dan KPUD nakal, MK melihat proses pemilihan baik dalam bidang admistrasi, demokrasi, keselamatan keuangan negara, dan pelanggaran konstitusi serta perundangan negara, bukan sekadar mahkamah kalkulasi,"
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi menilai perlu sinergi antara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dengan Mahkamah Konstitusi untuk menyelamatkan pemilihan umum dari praktik kotor dalam pelaksanaan demokrasi.

"DKPP menindak KPU dan KPUD nakal, MK melihat proses pemilihan baik dalam bidang admistrasi, demokrasi, keselamatan keuangan negara, dan pelanggaran konstitusi serta perundangan negara, bukan sekadar mahkamah kalkulasi," kata Hasyim di Jakarta, Kamis.

Hasyim mengatakan pelaksaan pemilu, baik pemilu legislatif, presiden, maupun kepala daerah masih jauh dari harapan karena banyak diwarnai berbagai pelanggaran, termasuk pelanggaran yang justru dilakukan atau melibatkan penyelenggara pemilu.

Menurut Hasyim, sinergi DKPP dan MK akan lebih kuat lagi jika juga melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingat adanya tren penyalahgunaan keuangan negara, baik dalam APBN maupun APBD, untuk kepentingan politik pribadi atau kelompok tertentu.

Hasyim mengatakan kehadiran KPK menjadi penting karena MK dan DKPP hanya menerima delik aduan, sedangkan KPK lebih operatif, bisa bertindak terhadap penyelewengan uang negara.

"Kalau kandidat pilgub, misalnya, terbukti merugikan keuangan negara untuk kepentingan pribadi atau partainya hanya diputuskan perhitungan ulang, dimana letak hilangnya pidana penyelewengan uang negara? Dan bukankah akan menyeleweng lagi untuk menutupi penyelewengan terdahulu, kemudian dia merasa sah secara hukum legal formal karena menang lagi?" katanya.

Dikatakannya, seandainya DKPP, MK, dan KPK bahu membahu dan menyatukan kinerja dalam bentuk nota kesepahaman terkait pelaksanaan pemilu, tentu akan berdampak positif terhadap kepemimpinan di Indonesia, baik nasional maupun regional.

"Hari ini orang yang benar sulit menjadi pejabat negara karena tidak punya uang, sementara spekulan yang membobol uang negara tak terbendung oleh saringan hukum dan demokrasi," katanya.

Hasyim mengatakan spekulan politik berbasis pembobolan uang negara ini bisa mempunyai kekuatan sangat besar, dapat memborong partai, membungkam pers, membuat intelektual seperti kanak-kanak, tokoh-tokoh masyarakat menjadi lumer, menjadikan institusi pemilu tidak objektif, serta menjungkirbalikkan opini.

"Dapat diperhitungkan dalam waktu tertentu Indonesia akan masuk jurang, karena dipimpin oleh `pemain`, bukan pemimpin," katanya.
(S024/T007)

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013