Jakarta (ANTARA) - Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA), sebuah badan PBB yang terlibat dalam upaya peningkatan kesehatan reproduksi dan ibu di seluruh dunia, menekankan pentingnya pemenuhan hak perempuan, termasuk hak reproduksi, untuk mendorong tercapainya Indonesia Emas 2045.

"Kami percaya pemenuhan hak-hak reproduksi perempuan di Indonesia akan menjadi landasan tercapainya gender equality. Dan kesetaraan jender juga menjadi landasan untuk menuju Indonesia Emas 2045," kata Spesialis Program Gender UNFPA Indonesia Risya Kori, dalam sebuah konferensi pers untuk memperingati Hari Perempuan Internasional, Jakarta, Jumat.

Risya mengatakan bahwa pemenuhan hak-hak perempuan, termasuk hak dalam kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual, penting untuk diupayakan untuk memenuhi hak asasinya sebagai manusia dan mewujudkan kesetaraan jender sehingga perempuan bisa memberikan kontribusi terhadap pembangunan bangsa.

Namun sayangnya, Risya menggarisbawahi adanya praktik-praktik kekerasan berbasis jender dan praktik-praktik lain yang membahayakan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual perempuan di dalam kehidupan masyarakat.

Risya menyebutkan bahwa berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021, 1 dari 4 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan dalam hidupnya, baik secara fisik maupun secara seksual.

Data SPHPN 2021 juga menunjukkan bahwa 55 persen perempuan usia 15-49 tahun mengatakan anaknya mengalami Pemotongan dan Perlukaan Genitalia Perempuan (P2GP). Sementara data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 menunjukkan bahwa 1 di antara 9 anak perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun.

"Kita tahu ketika seorang anak dikawinkan di usia sangat muda, secara kesehatan reproduksi itu belum siap. Kemudian, secara sosial ekonomi itu juga sangat berpengaruh," kata Risya.

Dia menilai bahwa jika seorang anak perempuan disunat, lalu dikawinkan pada usia yang sangat muda, mereka akan sangat rentan mengalami kekerasan berbasis jender dan juga rentan terhadap risiko-risiko kesehatan reproduksi mereka di masa mendatang.

"Bagaimana mereka akan mencapai pendidikan yang memadai kalau mereka sudah dikawinkan di usia sangat muda? Kemudian ke mana mereka akan mencari pekerjaan?," kata dia lebih lanjut.

Oleh karena itu, Risya menekankan bahwa upaya penghapusan tindak kekerasan berbasis jender dan praktik-praktik berbahaya lain yang masih kerap terjadi di Indonesia ini perlu dilakukan guna memenuhi hak asasi perempuan dan juga memenuhi hak perempuan dalam memperoleh kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual.

Dengan terpenuhinya hak perempuan dalam kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual, maka kesetaraan jender akan dapat diwujudkan dan hal tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, pembangunan, perdamaian dan keamanan bangsa Indonesia, serta mendukung upaya menuju Indonesia Emas 2045.

Baca juga: BKKBN bersama UNFPA bangun sinergi penanganan stunting
Baca juga: BKKBN Riau-UNFPA PBB peringati hari kependudukan dunia di Pekanbaru 
Baca juga: UNFPA: Cegah perkawinan anak lebih efektif dengan libatkan tokoh agama

 

Pewarta: Katriana
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024