Penyebabnya, tidak lain karena konstitusi masih `setengah hati` dalam memberikan kewenangan kepada DPD,"
Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga negara memiliki legitimasi yang sangat kuat karena anggotanya dipilih secara langsung oleh rakyat, namun perannya tidak optimal karena belum memiliki kewenangan politik yang riil (nyata).

"Penyebabnya, tidak lain karena konstitusi masih setengah hati dalam memberikan kewenangan kepada DPD," kata calon anggota DPD dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta dan Kepulauan Seribu, Moestar Putrajaya, di Jakarta, Jumat.

Pengamat pendidikan itu mengemukakan DPD belum berhasil dalam mengusulkan amandemen UUD 1945 terkait penguatan perannya dalam sistem parlemen dua kamar (Bikameral) pada beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu, menurut dia, segenap anggota DPD periode mendatang harus bertekad meningkatkan koordinasi dengan DPR untuk melakukan Amandemen UUD 1945, khususnya pada pasal-pasal yang terkait dengan penguatan kewenangan DPD dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

Meski UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali, tapi masih dijumpai pasal-pasal yang tidak menguntungkan DPD, khususnya pasal 22D ayat (2) yang menyatakan DPD hanya sebatas ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah dan tidak memiliki hak suara.

Dengan demikian perlu dilakukan lagi amandemen UUD 1945. Amandemen yang kelima itu nanti akan menjadi "pintu masuk" yang sangat penting dan strategis bagi peran ideal DPD dalam sistem ketatanegaraan RI ke depan.

"Ini merupakan tantangan, karena pengalaman penguatan sistem bikameral di banyak negara juga menunjukkan sulitnya DPR memberikan sebagian wewenang politiknya kepada DPD atau Senat, karena arah politik di parlemen tidak mudah diprediksi. Ada semacam tarik-ulur dalam memberikan dukungan politik," kata Moestar.

Keberadaan DPD, lanjutnya, tidak akan cukup memberi arti apabila hanya menjadi pelengkap dari DPR. Lebih dari itu, jika keberadaan DPD tidak berdaya dalam lingkup ketatanegaraan, maka cepat atau lambat, eksistensinya tidak lagi dilihat penting oleh masyarakat.(*)

Pewarta: Aat Surya Safaat
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014