Palangka Raya, (ANTARA News) - Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah terus mewaspdai sejumlah titik kebakaran lahan di wilayah kabupaten Pulang Pisau, meski berdasarkan pantaun satelit NOAA tidak ditemukan "hot spot" di kabupaten tersebut, karena kebakaran bawah tanah sulit terpantau satelit. "Meski satelit mendeteksi `hot spot` nol, tetapi kami menduga ada kebakaran di wilayah itu dengan jenis kebakaran bawah tanah, terutama di wilayah Tumbang Nusa dan wilayah gambut lainnya," kata Korlap Satgas Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dishut Kalteng Agung Catur Prabowo, di Palangka Raya, Rabu (13/9). Menurut dia, dengan tipe tanah berupa tanah gambut, kebakaran lahan sangat mungkin terjadi di bawah permukaan tanah yang membakar gambut. Kebakaran tersebut, kemungkinan kecil terpantau oleh satelit karena panas di atasnya tidak sampai 42 derajat celcius. Setelah lapisan tanah atas berupa semak belukar terbakar habis, api terus menjalar di bawah tanah dan membakar gambut yang di beberapa titik mempunyai ketebalan cukup dalam hingga diatas tujuh meter. Di beberapa wilayah ditemukan, meski api tidak ada lagi tapi asap terus muncul dari tanah. Hal ini yang dimungkinkan sebagai penyebab kabut asap pekat di kota Palangka Raya, selain karena kiriman dari wilayah lain, lanjutnya. "Langkah pemadaman kebakaran bawah tanah hanya dengan menyuntikkan air ke dalam tanah, bukan hanya di atas permukaan saja. Tentu saja ini merepotkan bila lokasi berada jauh di wilayah dalam yang sulit terjangkau," katanya. Sementara itu pantauan ANTARA di Palangka Raya, kabut asap tebal yang kemarin (12/9) sempat menutupi kota Palangka Raya, hari ini (13/9) mulai menipis kepekatannya, dan hujan juga mulai mengguyur kota setempat. Data "hot spot" juga menunjukkan terjadinya tren penurunan selama tiga hari terakhir berturut-turut dari 394 titik (10/9), 291 (11/9), dan 195 (12/9). "Kebakaran lahan umumnya turun di semua wilayah, kecuali yang terjadi di Kotim dan Kapuas. Nampaknya di wilayah itu terdapat pembukaan lahan dalam skala besar, sedangkan di Kapuas terjadi kebakaran lahan di eks PLG," kata Agung. Dilain pihak, Agung juga menemukan, terjadi kecenderungan pola pembakaran lahan yang berubah selain dengan tujuan pembukaan lahan menjelang masa musim tanam seperti banyak terjadi. "Di wilayah Muara Teweh dan Puruk Cahu, ada laporan pembakaran lahan yang dilakukan warga demi tujuan penegasan hak milik. Umumnya terjadi di wilayah yang mempunyai kandungan batu bara," ucapnya. Sehingga, lahan itu tidak untuk ditanam tapi dijual di kemudian hari khususnya bagi perusahaan yang akan melakukan kegiatan pertambangan, tambah Agung.(*)

Copyright © ANTARA 2006