saat ini belum ada yang dapat memprediksikan kapan akan membaik.
Jakarta (ANTARA News) - Industri baja dunia masih terpengaruh kondisi ekonomi global yang belum membaik, terbukti dengan kerugian yang dialami perusahaan baja terkemuka dunia.

"Kerugian yang dialami industri baja dunia disebabkan kondisi ekonomi yang belum membaik sepanjang 2013," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Hidayat Trisepoetro, di Jakarta, Selasa.

Hidayat menambahkan, kondisi tersebut membuat industri baja di dalam negeri saat ini hanya mampu bertahan agar tidak mengalami kerugian lebih besar lagi.

Bahkan Hidayat mengkatakan, IISIA sampai saat ini belum berani memprediksi kapan industri baja akan kembali pulih karena semua itu sangat bergantung kepada kondisi ekonomi dunia.

Menurut Hidayat, industri baja erat kaitannya dengan nilai tukar dolar AS dan harga baja dunia, kondisi saat ini harga bahan baku tinggi, sedangkan harga jual tertekan.

Krakatau Steel misalnya untuk produk HRC andalannya penjualan tertekan 13 persen, CRC 9 persen, wirerod 11 persen, baja profile 13 persen sebagai akibat belum membaiknya harga baja dunia ditambah fluktuasi nilai tukar dolar AS.

Hidayat mengatakan, kondisi ekonomi dunia yang belum pulih menjadi penyebab kerugian industri baja dunia saat ini belum ada yang dapat memprediksikan kapan akan membaik.

Ia mengatakan, dengan kondisi ekonomi dunia yang kurang mengutungkan seharusnya pemerintah mengambil langkah-langkah antisipasi untuk meringankan tekanan.

Dalam jangka pendek, menurutnya, seharusnya dapat dilakukan penataan pasar agar industri di dalam negeri dapat bertahan. Salah satunya bersama-sama pemerintah mengatasi persoalan perdagangan curang yang dilakukan sejumlah produsen baja untuk menghindari kerugian.

Saat ini banyak produsen baja besar dunia yang membanjiri produknya ke negara dunia ketiga dengan harga jauh lebih murah dibanding harga di dalam negeri.

Seperti transaksi non PPN yang marak terjadi di dalam negeri, baja non standar atau banci, penyimpangan kode HS dan lainnya.

Analis dari Trust Securities Reza Priambada mengatakan, kerugian sejumlah produsen baja global akibat penurunan permintaan baja dan tertekannya harga baja karena kapasitas produksi baja berlebih (over capacity) terutama di China sebagai produsen terbesar.

Ia memperkirakan harga baja masih akan tertekan sehingga mengakibatkan industri baja nasional mengalami kelesuan sebagai akibat belum pulihnya pasar baja di luar negeri.

"Harga baja terus mengalami penurunan sehingga akhirnya berpengaruh terhadap pasar di dalam negeri," ujarnya.

Menurut data Platts Steel Business Briefing dan Bloomberg Business Week sejumlah produsen baja dunia seperti Arcelor Mital pada kuartal III 2013 mengalami kerugian USD 193 juta, Nippon Steel Sumitomo Jepang mengalami rugi 1,5 miliar dolar AS, Tata Steel India 1,3 miliar dolar Ansteel Group China 1,3 miliar dolar AS, tercatat ada 18 perusahaan lagi yang mengalami kerugian.

(G001)

Pewarta: Ganet
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014