Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi, menegaskan bahwa umat Islam wajib menerima permintaan maaf dari Paus Benediktus XVI yang menyesal telah mengeluarkan pernyataan melukai perasaan umat Islam. "Sebagai umat Islam wajib bagi kita menerima permintaan maaf. Sepanjang tidak menyangkut perbuatan kriminal, misalnya pembunuhan, atau kalau karena kekhilafan wajib bagi kita untuk memberi maaf. Namanya orang tak bisa dibatasi, kadang benar, kadang salah," ujarnya di Gedung PBNU, Jakarta, Senin. Hasyim mengemukakan pernyataannya itu usai acara temu tokoh agama yang digelar PBNU dan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), yang antara lain dihadiri Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Kardinal Julius Darmaatmadja, Ketua Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Pendeta Andreas Yewangoe, dan Ketua Umum ICRP, Djohan Effendi. Menurut Hasyim, yang juga Presiden World Confrence on Religion and Peace (WCRP), Paus telah melakukan upaya-upaya untuk meluruskan kata-katanya saat berpidato di Universitas Regensburg, Bavaria, Jerman, 12 September 2006, sehingga diharapkan tidak lagi muncul reaksi lanjutan di kalangan umat Islam. Perkataan Paus, kata Hasyim, memang sempat mengganggu hubungan antara Vatikan dengan umat Islam Indonesia yang selama ini cukup bagus. "Saya kira, perlu diperbaiki lagi," katanya. Dalam kesempatan temu tokoh agama tersebut, KWI menyampaikan permintaan maaf secara resmi menyangkut kasus pernyataan Paus. Dengan alasan penghilatan yang sudah kurang baik, Kardinal Darmaatmadja meminta Sekretaris Eksekutif Hubungan Agama dan Kepercayaan KWI, Romo Benny Susetyo Pr. untuk membacakan pernyataan resmi KWI. Kardinal Darmaatmadja juga kembali mengulang permintaan maaf KWI tersebut dalam jumpa persnya. "Pimpinan kami telah mengucap statement yang melukai, kami ikut minta maaf. Barang sudah terjadi, tak bisa ditarik kembali. Tapi, itu disesalkan dengan harapan tidak terulang lagi," katanya. Ia juga menyatakan, terkait hubungan antar-umat beragama, hal yang penting untuk dicermati oleh para tokoh agama adalah jangan sampai berbicara yang menyinggung sumber keimanan, menginterpretasikan keimanan, maupun kitab suci agama lain. Sikap penghormatan mesti dikedepankan meski tidak satu iman. "Pimpinan agama harus berhati-hati. Interpretasi bisa lain, jika dari luar," katanya. Ia pun menekankan, pentingnya membangun kepercayaan antar-umat. "Jika ada yang salah, gampang saling mengampuni," demikian Kardinal Darmaatmadja. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006