Jakarta (ANTARA News) - Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R) harus diberi kesempatan bekerja lebih dahulu sesuai dengan tugasnya untuk mengatasi kemacetan reformasi demokratik, khususnya dalam bidang hukum. "Kami memandang setiap inisiatif mengatasi kemacetan reformasi sebagai hal positif. Karena itu, kami memandang bahwa unit kepresidenan ini perlu diberi kesempatan untuk bekerja lebih dulu," kata Rachland Nashidik dari IMPARSIAL yang membacakan pernyataan bersama lembaga swadaya masyarakat dan individu yang bergerak di bidang hukum di kantor Kontras, Jakarta, Selasa. Mereka yang ikut mendukung UKP3R itu, di antaranya Usman Hamid (Kontras), Asvi Warman Adam (LIPI). Indra Jaya Piliang (CSIS), Emerson Juntho, Heru Atmodjo, Rafendi Djamin (HRWG), dan tiga lainnya yang tidak hadir namun sepakat Gadis Arivia Effendi (Jurnal Perempuan), Teten Masduki (ICW), dan Hendardi (PBHI). Adanya hiruk-pikuk suara Golkar-Jusuf Kalla yang menentang inisiatif presiden mempercepat pelaksanaan reformasi lewat pembentukan UKP3R, lanjut Rachland, justru mengingatkan publik pada tindak tanduk Golkar lama yang antireformasi dan haus kekuasaan. "Ini adalah suatu ironi yang luar biasa bagi partai Golkar yang di bawah kepemimpinan Akbar Tanjung telah bersusah payah membentuk Partai Golkar baru yang menyatakan komitmen pada reformasi. Transformasi dari Golkar lama ke Partai Golkar ini hanya berarti Golkar lama telah dibubarkan dan kewajiban bagi anggotanya mengubur ciri dan tradisi yang haus kekuasaan," katanya. Terhadap Wakil Presiden, mereka mengingatkan bahwa secara etika politik konstitusional mengharuskannya menghargai dan melaksanakan keputusan yang telah diambil Presiden, bukan justru sebaliknya Presiden yang berkewajiban mendapat persetujuan Wakil Presiden terlebih dahulu. "Wapres harus menghormati keputusan yang telah diambil Presiden dengan segala program di dalamnya untuk menjawab tuntutan publik tentang perbaikan reformasi. Reformasi hukum sebagai bagian fundamental dari mandat reformasi demokratik di Indonesia," katanya. Adanya polemik yang menanggapi pembentukan UKP3R sebagai salah satu bentuk merayakan kebebasan pendapat sangat mereka pahami, namun menentang keras penggunaan isu-isu keagamaan yang ditujukan untuk menghalangi atau menyeleksi figur-figur yang ditunjuk oleh Presiden bagi unit kerja presiden tersebut. Bambang Widodo Umar (Dosen UI) menilai langkah yang dilakukan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Din Syamsuddin yang mengharapkan, Presiden Yudhoyono menunjukkan sikap kenegarawanan dengan mempertimbangkan pembubaran UKP3R yang baru dibentuk, merupakan langkah yang telah keluar dari "domain" Muhammadiyah.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006