Jakarta (ANTARA News) - Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) menyatakan akan melakukan aksi mogok nasional bila pemerintah tidak juga bisa memberantas aksi pungutan liar (pungli) dan suap yang selama ini sudah menjadi beban para anggotanya. "Sesuai dengan hasil Mukernas Organda di Serang, Banten kemarin, kami sudah sepakat bilamana suap dan pungli tidak juga bisa diberantas oleh pemerintah melalui aparat-aparatnya di lapangan maka kami akan stop operasi segala jenis angkutan darat secara nasional," kata Ketua Umum DPP Organda, Murphy Hutagalung, usai melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR, di Jakarta, Senin. Ia mengungkapkan saat ini pungli dan suap sudah sangat membebankan para pengusaha angkutan darat karena besarannya sudah mencapai 30 persen dari total biaya pengeluaran mereka. "Jumlah pungli dan suap yang dilakukan oleh oknum petugas di lapangan mencapai Rp18 triliun setahunnya dan jumlah itu belum termasuk beban biaya lainnya seperti biaya `siluman` akibat preman di lapangan," katanya. Kondisi itu pun, kata Murphy makin parah sejak diterapkannya desentralisasi pemerintahan melalui Otonomi Daerah (Otda) terutama masalah pengurusan izin usaha. "Dengan adanya Otda masing-masing daerah saat ini punya satu komitmen bahwa setiap daerah punya hak retribusi dari angkutan darat," katanya. Selain itu, kata Murphy, masalah lain yang saat ini kembali dihadapi oleh Organda adalah tentang adanya pemberlakuan PPh Pasal 23 yang dirasakan berat bagi mereka. "Padahal Undang-Undang mengatakan angkutan umum tidak dikenakan pungutan pajak tetapi setelah PPn dihapuskan ternyata sekarang timbul PPh Pasal 23 yang dikeluarkan pada Desember 2006 dan mulai berlaku 1 Februari 2007 ini juga menjadi tambahan beban kami lagi," katanya. Mengenai kapan rencana aksi mogok nasional Organda itu, Murphy mengatakan masalah waktu dan harinya akan ditentukan kemudian oleh DPP Organda mengingat masih ada langkah-langkah awal yang akan ditempuh dulu. "Sementara ini DPP Organda akan mencoba melakukan pendekatan dengan pihak-pihak yang lebih berkompeten, baik itu ke DPR sebagai wakil kita, baik juga kepada Menteri Perhubungan, Kapolri dan mungkin juga kepada Presiden," katanya. Namun, Murphy menegaskan pihaknya berharap pemerintah tanggap dan serius menangani masalah pungli dan suap ini karena saat ini jumlah anggota Organda sudah mencapai 1,5 juta pengusaha dengan total tenaga kerja mencapai 15 juta orang. "Pemerintah harus cepat menanggapi ini karena tentu arus bawah yang begitu mendesak dan banyak pengusaha angkutan yang kolaps dan tentu ini akan berpengaruh kepada para pekerja yang jumlahnya cukup besar sampai 15 juta, tentu ini harus dipertimbangkan dengan baik-baik, kalau tidak ekonomi Indonesia bisa lumpuh," kata Murphy. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Sayuti Asyathri berharap pemerintah dapat segera membangun komunikasi yang baik dengan pihak Organda untuk menyelesaikan masalah pungli dan suap yang sudah terjadi lama dan berlarut-larut ini. "Memang sepertinya untuk masalah pungli dan suap itu tidak ada penyelesaian yang bersifat mendasar," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007