Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah berhasil merealisasikan belanja modal APBN-P 2015 mencapai Rp213 triliun, meningkat 54 persen dari serapan belanja modal dalam APBN-P 2014 sebesar Rp138 triliun.

"Sepanjang 2015, perekonomian Indonesia bergerak dalam ketidakpastian global yang tinggi, harga komoditas yang rendah, serta kondisi domestik seperti ketersediaan infrastruktur, reformasi birokrasi, dan lain-lain yang juga menantang. Dalam kondisi seperti itu, APBN-P 2015 dimaksudkan untuk memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian," jelas Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahazil di Jakarta, Senin.

Berdasarkan catatan Antara, realisasi belanja modal sebesar Rp213 triliun merupakan yang tertinggi. Jika pada 2010, realisasi belanja modal masih mencapai Rp80,3 triliun, setahun kemudian realisasinya menjadi Rp117,9 triliun, pada 2012 dan 2013 masing-masing sebesar Rp145,1 triliun dan Rp171,8 triliun, kemudian turun menjadi Rp138,3 triliun pada 2014.

"Belanja modal inilah yang dipakai untuk membangun infrastruktur sebagai landasan pembangunan ekonomi kita ke depan," kata Suahazil menjelaskan.

Sementara itu, total belanja negara dalam APBN-P 2015 tercatat mencapai 91 persen dari target atau sebesar Rp1.810 triliun. Belanja pemerintah pusat mencapai 90 persen dan realisasi transfer ke daerah sekitar 94 persen.

Adapun total pendapatan dalam negeri sekitar 85 persen dari target atau sebesar Rp1.491,7 triliun, antara lain berupa penerimaan pajak non-migas sebesar 81 persen dari target (sebesar Rp1.005,7 triliun) atau tumbuh 14 persen di atas realisasi pajak non-migas 2014.

Penerimaan Kepabeanan dan Cukai sebesar 92,5 persen dari target. Tingkat penerimaan ini sangat optimal, mengingat perlambatan pertumbuhan di global dan domestik.

Suahazil menambahkan pada 2015 ini pula, pemerintah mengalokasikan Dana Desa sebesar Rp20,8 triliun untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di seluruh desa di Indonesia, yang seluruh dananya telah tersalurkan.

Dengan demikian, defisit anggaran tercatat di angka 2,8 persen, di bawah batas atas 3,0 persen seperti yang diamanatkan UU. "Defisit anggaran dalam rentang yang terkendali sesuai amanat UU tersebut sangat kita butuhkan untuk dapat optimal membangun infrastruktur yang kita inginkan," jelas dia.

Dengan defisit anggaran yang melebar maka Pembiayaan Anggaran juga menjadi lebih tinggi 48 persen dari target APBN-P. Tambahan pembiayaan sebagian diambil dari sumber-sumber bilateral dan multilateral yang lebih murah biayanya bagi Anggaran.

"Dengan kondisi fiskal seperti ini, pemerintah tetap mampu merealisasikan sekitar Rp65 triliun untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada berbagai BUMN. Kita harapkan seluruh BUMN ini akan mampu bekerja keras memanfaatkan PMN tersebut di tahun-tahun mendatang untuk menjadi perusahaan-perusahaan yang lebih tangguh," kata Suahazil menguraikan.

Pewarta: Ganet Dirgantoro
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016