Jakarta (ANTARA News) -  Ketua MPR DR (HC) Zulkifli Hasan mengakui  ada kekekhawatiran berbagai kalangan jika amandemen UUD dilaksanakan bisa melebar ke mana-mana. 

"Kekhawatiran itu bisa jadi karena pengalaman membuktikan, amandemen yang terjadi 1999 - 2002 yang diistilah sekali dalam empat tahap itu melebar ke mana-mana.Untuk amandemen sekarang, itu tak akan terjadi," kata Zulkifli. 

Dia mengemukakan hal tersebut saat membuka Focus Group Discussion,   Senin (11/4) yang diikuti 30 peserta terdiri dari para dosen fakultas hukum dan para pakar di Hotel Bumi Minang, Kota Padang, Sumatera Barat.  

Ketua MPR menjelaskan, amandemen tidak akan melebar jauh karena "sudah dikunci" oleh Pasal 37 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945.

Pasal itu menyebutkan bahwa setiap usulan perubahan UUD diajukan secara tertulis, harus jelas pasal mana yang akan diubah, bunyinya apa, dan apa pula bunyi usulan perubahnya.

"Jadi kalau ada usulan perubahan pasal lain di luar dari pasal menyangkut haluan negara, harus dimulai dari awal lagi. Butuh proses yang panjang," katanya. 

Zulkifli kembali menegaskan, agar tidak ada konflik kepentingan, hasil amandemen harus dilaksanakan oleh MPR periode 2019-2024.

Lebih lanjut, Ketua MPR saat memberikan pengarahan mengemukakan lembaganya didatangi berbagai kalangan yang  memberikan masukan perlu tidaknya  amandemen UUD.

"Intinya, ada dua pendapat. Ada yang setuju dan ada yang tak setuju amandemen dengan alasan masing-masing," kata Zulkifli.

Dia mengemukakan dari 10 fraksi di MPR, sembilan fraksi sepakat mengenai perlunya haluan negara.

"Karena menyangkut konstitusi, MPR harus hati-hati meski amanat amandemen ini rekomendasi MPR periode 2009 - 2014 yang jelas-jelas menugaskan MPR periode 2014-2019 untuk melakukan penyempuraan sistem ketatanegaraan melalui perubahan UUD,"katanya.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016