Makassar (ANTARA News) - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulawesi Selatan mengisyaratkan adanya tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Laboratorium Terpadu Fakultas Teknik, Universitas Negeri Makassar 2015.

"Berdasarkan hasil pengembangan kasus serta keterangan dari tersangka, penetapan tersangka baru akan dilakukan dan segera diumumkan," ujar Kasubdit III Tipikor Polda Sulsel AKBP Adip Rojikan di Makassar, Minggu.

Dia mengatakan, pendalaman kasus dugaan korupsi ini akan terus dilakukan karena saat ini tersangka yang sudah ditetapkan satu orang yang dianggap bertanggungjawab.

Tersangka yang sudah ditetapkan oleh penyidik itu yakni, ER yang berperan selaku pelaksana proyek sekaligus Direktur Utama PT Jasa Bhakti Nusantara.

"Untuk sementara ini baru satu orang dan kemungkinan akan bertambah lagi. Bisa satu atau dua orang. Tapi tergantung hasil gelar parkara yang dilakukan besok (Senin)," katanya.

Sebelumnya, Dirkrimsus Polda Sulsel Kombes Pol Herry Dahana mengatakan, peningkatan status Direktur PT Jasa Bhakti Nusantara, ER dari saksi menjadi tersangka setelah melihat semua bukti-bukti dan fakta hukumnya.

Peningkatan status itu juga berdasarkan Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan lainnya.

"Untuk sementara masih satu orang yang berstatus tersangka dan kasusnya masih kita dalami. Kemungkinan bertambahnya tersangka masih bisa terjadi," katanya.

Herry mengaku jika hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulawesi Selatan menyebutkan adanya kerugian negara sebesar Rp4,4 miliar lebih.

Diketahui, saat ini kondisi gedung laboratorium terpadu Fakultas Teknik UNM yang dikerjakan pada tahun 2015 belum dapat difungsikan sebagai sarana laboratorium dan penelitian.

Proyek yang dikerjakan PT Jasa Bhakti Nusantara itu, juga telah melewati batas kontrak penyelesaian pembangunan dan telah menerima pembayaran 100 persen, meskipun tidak rampung. Bahkan, setiap pembayaran tidak dilengkapi dengan laporan pengerjaan secara periodik.

Karena tidak adanya laporan periodik, pengawas melakukan pelanggaran sebagaimana disyaratkan dalam Pepres Nomor 4 Tahun 2015 tentang perubahan Keempat Pepres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pengawas proyek itu dinilai lalai.

"Pengawas di sini tidak melaksanakan kewajibannya mengawasi dan memberikan laporan periodik sebagaimana dimaksud yang akan digunakan sebagai dasar pembayaran," kata Herry Dahana.

Dalam dugaan korupsi proyek itu, sejumlah pejabat UNM telah diperiksa penyidik Polda Sulselbar. Yakni Rektor UNM Prof Arismunandar, Drs Ismail, Prof Mulyadi dan Asmulyadi SE serta Dra Nurdiana.

Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016